JAKARTA, KOMPAS.com - Pernyataan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo soal sikap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi menuai polemik.
Pasalnya, pernyataan Tjahjo itu dinilai mendukung sikap Ketua KPK Firli Bahuri dan kawan-kawan yang tidak mememuhi panggilan Komnas HAM pada Selasa (8/6/2021).
"Kami juga mendukung KPK misalnya yang tidak mau hadir di Komnas HAM. Apa urusan (tes) kewarganegaraan itu (dengan) urusan pelanggaran HAM?" kata Tjahjo dalam rapat dengan Komisi II DPR.
Baca juga: Dukung Firli dkk Tak Penuhi Panggilan Komnas HAM, Menpan RB: Apa Urusannya dengan Pelanggaran HAM?
Pernyataan Tjahjo itu sontak menuai polemik. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai, pernyataan Tjahjo itu semakin menggambarkan siapa aktor di balik pelemahan KPK.
"Pernyataan Tjahjo Kumolo membuat semakin jelas peta siapa aktor di balik pelemahan KPK. Tidak mungkin Tjahjo tidak tahu undang-undang. Karena itu, pernyataan ini terindikasi di luar kepentingan Kemenpan-RB," ujar Ketua YLBHI Asfinawati kepada Kompas.com, Selasa (8/6/2021).
Tjahjo, kata Asfinawati, tidak tepat memberikan pernyataan tersebut. Sebab, Kemenpan-RB tidak memiliki wewenang untuk menilai apakah suatu kejadian memiliki muatan pelanggaran HAM atau tidak.
"Kemenpan-RB tidak punya otoritas menilai ada tidaknya pelanggaran HAM. Otoritas itu ada di Komnas HAM sesuai Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM," kata dia.
Baca juga: YLBHI Curiga Ada Kepentingan di Balik Pembelaan Tjahjo ke Firli Bahuri
Asfinawati menegaskan bahwa penyataan Tjahjo sarat kepentingan. Sebab, Kemenpan-RB menjadi lembaga yang turut terlibat dalam proses alih fungsi status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN), sehingga Tjahjo perlu diselidiki lebih lanjut.
"Kemenpan-RB kan ikut dalam (pengadaan) TWK. Jadi (ada) konflik kepentingan," kata dia.
"Patut diselidiki lebih lanjut apa kepentingan Tjahjo sampai mengeluarkan pernyataan melawan undang-undang," ujarnya.
Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi meminta Presiden Joko Widodo segera memanggil dan mengevalusi terkait pernyataan Tjahjo.
"Mendesak agar Presiden Joko Widodo memanggil, meminta klarifikasi, dan mengevaluasi Tjahjo Kumolo atas pernyataan kontroversial yang telah ia sampaikan sebelumnya," kata anggota koalisi, Feri Amsari, dalam keterangannya, Rabu (9/6/2021).
Feri yang juga merupakan Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas mengatakan, pernyataan Tjahjo terkesan menganggap enteng polemik TWK.
Baca juga: Presiden Jokowi Diminta Evaluasi Tjahjo Kumolo yang Dukung Pimpinan KPK
Menurut dia, sebagai penyelenggara negara, Tjahjo seharusnya memahami bahwa TWK yang dilakukan terhadap seluruh pegawai KPK melanggar hukum, mencoreng etika individu, meruntuhkan HAM, dan bertolak belakang dengan putusan Mahkamah Konstitusi.
"Bahkan pembangkangan atas instruksi presiden. Dengan melontarkan pernyataan itu Tjahjo seolah-olah bertindak sebagai kuasa hukum dari pimpinan KPK," ujar dia.
Anggota koalisi lainnya, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid berpendapat, Kementerian PAN-RB tidak punya otoritas sama sekali untuk menilai pelanggaran HAM.
Baca juga: YLBHI: Pernyataan Tjahjo Kumolo Membuat Semakin Jelas Siapa Aktor di Balik Pelemahan KPK
Ia mengatakan, sebagaimana diatur dalam Pasal 89 Ayat (1) huruf b UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, otoritas itu berada dalam lingkup kewenangan Komnas HAM.
"Pernyataan Tjahjo itu semakin membuat terang ihwal peta aktor-aktor di balik pelemahan KPK. Sebab, pejabat selevel menteri mustahil tidak mengetahui suatu undang-undang. Karena itu, pernyataan ini terindikasi di luar kepentingan sebagai Menpan RB. Lalu, apa motif Tjahjo melontarkan pernyataan kontroversi tersebut?" ujar dia.
Tjahjo, kata Usman, semestinya memeriksa keikutsertaan Kementerian PANRB dalam proses peralihan ASN KPK yang tidak sesuai UU KPK hasil revisi Nomor 19 Tahun 2019.
Hal ini merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2015 yang menyatakan bahwa Kementerian PANRB bertugas menyelenggarakan urusan di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi untuk membantu presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
"Bukan justru disibukkan dengan memproduksi pernyataan kontroversial," kata Usman.
Baca juga: Dukung KPK Tak Penuhi Panggilan Komnas HAM, Motif Tjahjo Kumolo Dipertanyakan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.