Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Akademisi

Platform publikasi karya akademik dari akademisi Universitas Atma Jaya Yogyakarta untuk khalayak luas demi Indonesia yang semakin maju.

Harmoni di Tangan Sapiens Modern

Kompas.com - 10/06/2021, 09:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Yohanes Bara Wahyu Riyadi

BERKAT revolusi kognitif atau kemunculan cara-cara baru dalam berpikir dan berkomunikasi antara 70.000 dan 30.000 tahun silam, Sapiens mengalami lompatan evolusi yang amat penting hingga hari ini.

Meskipun Sapiens bukan makhluk pertama yang memiliki sistem komunikasi vokal, tetapi Sapiens mampu tidak hanya melafalkan kode vokal tertentu, tetapi mampu mengolah informasi dari vokal, (Sapiens, Yuval Noah Hariri, 2019).

Pada masa revolusi ini munculah pertama kali mitos, legenda, dan agama, sebab alih-alih hanya mampu mengucap "Hati-hati! Singa", Sapiens mampu berkata "Singa adalah pelindung suku kita".

Sapiens modern hari ini juga nyatanya tak kalah primitif dengan leluhurnya dari puluhan ribu tahun lalu itu.

Sebab, muskil meyakinkan seekor monyet melepaskan pisang di tangannya dengan menjanjikan satu truk pisang di surga setelah ia mati, namun hal serupa terbukti bisa terjadi pada Sapiens modern.

Seperti di New York 2001, Bali 2002, JW Marriot 2009, hingga yang masih jelas di ingatan kita bom di Surabaya 2018. Sapiens modern bisa diiming-imingi "surga" untuk membuat "neraka" di dunia.

Kemampuan Sapiens membuat narasi "Singa adalah pelindung suku kita" juga masih terwujud hingga hari ini dalam rupa berita bohong dan narasi-narasi intoleransi yang bertujuan meruntuhkan harmoni dan keberagaman dalam tatanan demokrasi Indonesia.

Melalui buku How Democracies Die (2018), Steven Levitsky menunjukkan bahwa pembiaran atas pembajakan demokrasi melalui narasi-narasi minor yang disampaikan terus menerus dapat meruntuhkan harmoni dan keberagaman bahkan demokrasi.

Pembajakan demokrasi itu di antaranya dapat ditepis dengan kebudayaan, namun bukan sekadar kebudayaan yang bicara seni, festival, tari dan lagu daerah, tetapi kebudayaan utuh yang mencakup cipta, rasa, dan karsa.

Upaya pada bidang ekonomi, perlu memperhatikan nilai-nilai penting yang menjadi tujuan bersama, seperti kesejahteraan, kemakmuran, pemerataan, dan keadilan bagi seluruh anak bangsa tanpa membedakan suku, agama, ras, dan antargolongan.

Dalam aspek sosial, road map ekonomi harus dijalankan dengan strategi budaya yang memperhatikan kohesifitas sosial dengan mengupayakan penanganan konflik sosial yang terjadi akibat ekonomi baik dengan cara prevention dan resolution.

Namun upaya-upaya menjaga harmoni dan keberagaman dalam agama, ekonomi, budaya, sosial dan kemasyarakatan dalam situasi normal cukup berat dijalankan, apalagi dalam dunia yang amat lain akibat Revolusi Industri Keempat yang disebut-sebut oleh pendiri World Economic Forum, Klaus Schwab, mampu mengubah cara manusia hidup, bekerja, dan berhubungan.

Tawaran Revolusi Industri Keempat hanyalah dua: kolaboratif atau distruptif. Dalam buku Distruption (2017), Rhenald Kasali menunjukkan betapa tak siapnya raksasa-raksasa ekonomi dalam menghadapi perubahan.

Akibatnya amat telak, misalnya perusahaan transportasi raksasa Blue Bird yang memiliki ribuan armada, dipukul mundur oleh perusahaan rintisan Gojek yang tak memiliki satupun armada.

Demikian juga jaringan hotel Airbnb yang berada di seluruh dunia tanpa memiliki satupun kamar.

Untuk itu, kunci dari upaya menjaga harmoni dan keberagaman ini ada pada pemimpin dan anggota masyarakat.

Hal itu seperti ditulis Elizabeth Long Lingo dalam Harvard Business Review edisi Juli–Agustus 2020, "Pemimpin harus terus beradaptasi dengan perubahan dalam sistem organisasi dan sosial. Sebab, strategi yang berhasil hari ini mungkin akan gagal besok".

Menurut Elizabeth, ada tiga fokus kepemimpinan baru: situasional, relasional, dan dinamis. Sejauh mana pemimpin menarik ketiganya menentukan seberapa efektif mereka menyelesaikan persoalan.

Kekuatan situasional berarti sikap kepemimpinan tidak hanya mengandalkan gelar, keterampilan, pengalaman, dan reputasi pribadi, tetapi juga memperhatikan faktor situasional seperti lingkungan dan basis kekuatan eksternal.

Kekuatan relasional berkaitan dengan hubungan koalisi yang dibentuk menjadi sumber utama dukungan, nasihat, informasi, dan sumber daya.

Hal-hal eksternal yang diabaikan dapat menjadi titik resistensi yang potensial.

Kekuatan yang dinamis berarti para pemimpin harus terus beradaptasi dengan perubahan dalam sistem organisasi dan sosial.

Harmoni dan keberagaman bukan sekadar taken for granted, setiap pribadi mesti memiliki kesadaran bahwa harmoni dan keberagaman merupakan hal berharga yang perlu dijaga dengan kemampuan membaca tanda-tanda zaman dan membadankannya melalui profesionalitas yang berkeadilan dan setara.

Yohanes Bara Wahyu Riyadi
Mahasiswa Magister Manajemen Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com