Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dituding Berubah Sikap Soal Pasal Penghinaan Presiden, Mahfud: Agak Ngawur!

Kompas.com - 10/06/2021, 07:17 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Politikus Partai Demokrat Benny K Harman menyindir Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang berubah sikap ihwal pasal penghinaan presiden dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

"Anggota DPR RI @BennyHarmanID menyinggung saat SBY jadi presiden tidak bisa melaporkan orang yang menghina dengan ungkapan "kerbau" pada 2010 silam. Lantaran pasal penghinaan presiden telah dihapus oleh Mahkamah Konstitusi saat dipimpin @mohmahfudmd," tulis akun Twitter Partai Demokrat, @PDemokrat, Rabu (9/6/2021).

Menanggapi tudingan itu, Mahfud menilai bahwa pernyataan Benny ngawur.

"Agak ngawur. Penghapusan pasal penghinaan kepada presiden dilakukan jauh sebelum saya masuk ke MK. Saya jadi hakim MK April 2008," ujar Mahfud dikutip dari akun Twitter-nya, @mohmahfudmd.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) menjelaskan, draf RKHUP sudah disetujui di DPR sebelum dirinya menjabat Menko Polhukam.

Akan tetapi, setelah dirinya masuk dalam pemerintahan, RKUHP kemudian ditunda pada September 2019.

Baca juga: Soal Pasal Penghinaan Presiden dalam RKUHP, Pimpinan Komisi III: Menghina Siapa Pun Dilarang

"Sebelum saya jadi Menko, RKUHP sudah disetujui oleh DPR, tapi September 2019 pengesahannya ditunda di DPR, ya, coret saja pasal itu. Anda punya orang dan fraksi di DPR," tegas dia.

Ia menuturkan, isi RKUHP pernah dibuat pada pemerintahan SBY melalui Menkumham Hamid Awaluddin pada 2005. Saat itu, Mahfud masih menjadi anggota DPR.

Ketika itu, Hamid Awaluddin pernah menyampaikan ke DPR bahwa pemerintah akan mengajukan RKUHP baru.

"Waktu itu (2005) saya anggota DPR. Menkumham memberitahu DPR bahwa pemerintah akan ajukan RKUHP. Ketua tim adalah Prof Muladi yang bekerja di bawah pemerintahan SBY. Sejarahnya baru lewat," kata Mahfud.

Dalam draf RKUHP yang diterima Kompas.com, ketentuan pidana mengenai penghinaan presiden tercantum pada pasal 218 ayat (1).

Baca juga: Pemerintah Segera Usulkan RKUHP Masuk Prolegnas Prioritas 2021

"Setiap Orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV," demikian bunyi pasal dan ayat tersebut.

Selain itu, Pasal 353 RKUHP juga mengatur soal ancaman hukuman pidana bagi seseorang yang menghina kekuasaan umum atau lembaga negara.

"(1) Setiap Orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com