JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti senior Imparsial Al Araf menilai, seharusnya Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo mendukung langkah Komisi Nasional Perlindungan Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk memanggil pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pemanggilan tersebut terkait penyelidikan atas dugaan pelanggaran HAM dalam pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK). Tes tersebut merupakan bagian dari proses alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).
"Sikap Menpan RB harusnya mendukung langkah Komnas HAM dan bukan sebaliknya," kata Araf kepada Kompas.com, Rabu (9/6/2021).
Baca juga: Guru Besar UGM: TWK Rentan Jadi Alat Singkirkan Pegawai yang Tak Sejalan dengan Penguasa
Araf juga menilai ucapan Tjahjo yang membandingkan TWK dengan penelitian khusus (litsus) pada era Orde Baru tidak tepat.
Menurut Araf, dalam era demokrasi saat ini, HAM telah menjadi bagian norma bernegara yang harus dijunjung tinggi.
"Sedangkan era Orde Baru yang merupakan era otoritarianisme menerapkan banyak praktik politik buruk termasuk terkait dengan isu hak asasi manusia," ujar dia.
Araf mengatakan, praktek litsus pada era Orde Baru merupakan cara kekuasaan menyaring orang-orang yang akan duduk di pemerintahan sesuai dengan selera penguasa.
Oleh karena itu, model penerapan semacam litsus tidak boleh lagi terjadi di era demokrasi saat ini.
Baca juga: Dukung KPK Tak Penuhi Panggilan Komnas HAM, Motif Tjahjo Kumolo Dipertanyakan
Sebelumnya diberitakan, 75 pegawai KPK dinyatakan tak lolos TWK. Berdasarkan nama-nama yang beredar, mereka adalah penyelidik dan penyidik kasus besar.
Ada pula pegawai yang pernah mengkritik pelanggaran etik Ketua KPK Firli Bahuri dan menentang revisi UU KPK. Kemudian, 51 dari 75 pegawai yang tak lolos TWK bakal diberhentikan dan sisanya akan dibina.
Belakangan, pegawai KPK yang tak lolos melaporkan soal dugaan pelanggaran HAM dalam pelaksanaan TWK ke Komnas HAM.
Mereka mempersoalkan dasar hukum TWK yang hanya diatur melalui Peraturan KPK. Selain itu, sejumlah pertanyaan TWK dianggap melecehkan dan melanggar privasi warga negara.
Dalam proses penyelidikan, pimpinan KPK tak memenuhi panggilan Komnas HAM dan meminta penjelasan mengenai hak asasi apa yang dilanggar pada pelaksanaan TWK.
Baca juga: Saat Menpan-RB Tjahjo Kumolo Samakan TWK KPK dengan Litsus Era Orba
Sikap KPK ini didukung oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo. Menurut Tjahjo, tidak ada kaitan antara penyelenggaraan TWK dengan pelanggaran hak asasi manusia.
Tjahjo menilai, TWK merupakan hal yang biasa. Ia membandingkan dengan pengalamannya mengikuti penelitian khusus (litsus) pada era Orde Baru.
Hanya saja, menurut Tjahjo, saat ini pertanyaan yang digali dalam TWK lebih luas, tidak hanya soal keterkaitan seseorang dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
"Zaman saya litsus tahun 1985 mau masuk anggota DPR itu, dulu kan fokus PKI, sekarang kan secara luas, secara kompleks," ujar Tjahjo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.