Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Litsus Era Orde Baru yang Populer Kembali Saat Diucapkan Menpan-RB Tjahjo Kumolo

Kompas.com - 09/06/2021, 16:41 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Istilah penelitian khusus (Litsus) yang mashyur di era Orde Baru kini kembali populer usai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokasi (Menpan-RB) Tjahjo Kumolo melontarkannya.

Tjahjo melontarkan istilah Litsus untuk mengomentari tes wawasan kebangsaan (TWK) dalam proses alih status kepegawaian para pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjadi ASN.

Menurut Tjahjo, TWK yang menyebabkan tak lolosnya 75 pegawai KPK tak ubahnya seperti Litsus yang dulu pernah ada untuk melakukan penyaringan para PNS dan pejabat publik di rezim Orde Baru di bawah kuasa Soeharto.

Baca juga: Menpan-RB Anggap TWK seperti Litsus, Guru Besar FH UGM Khawatirkan Pembunuhan Karakter

"Zaman saya litsus tahun 85 mau masuk anggota DPR itu, dulu kan fokus PKI, sekarang kan secara luas secara kompleks," ujar Tjahjo.

"Dari sisi aturan itu, saya kira Pak Syamsul yang pernah jadi panitia litsus dulu dan sebagainya, Pak Cornelis yang dari bawah, sama plek aturannya," kata dia melanjutkan.

Sejarah Litsus

Dikutip dari harian Kompas yang terbit pada 2 September 1991, istilah Litsus mulai dikenal sejak 17 April 1990, menyusul dikeluarkannya Keputusan Presiden RI No.16 tahun 1990 tentang Penelitian Khusus bagi Pegawai Negeri Republik Indonesia.

Keputusan tersebut merupakan pengganti Keppres No. 300 tahun 1968 tentang Penertiban dan Pembersihan Personil Aparatur Negara/Pemerintah yang berhubungan dengan G30S/PKI.

Istilah penertiban dan pembersihan personil yang lazin disebut dengan istilah skrining, dalam Keppres Nomer 16 Tahun 1990 berubah menjadi penelitian khusus, disingkat Litsus.

Baca juga: Tjahjo Bandingkan TWK KPK dengan Litsus, Guru Besar UGM: Litsus Digunakan untuk Singkirkan Warga yang Tak Sejalan dengan Penguasa


Berdasarkan Keppres No. 300 Tahun 1968 tersebut, penanganan skrining dipertanggungjawabkan pada Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib).

Namun melalui Keppres No. 29 Tahun 1988, maka keputusan Presiden tentang Kopkamtib dinyatakan dicabut. Sedangkan pelaksanaan penelitian khusus terhadap pejabat negara, diatur oleh Panglima ABRI, selaku Ketua Bakorstanas.

Salah satu bagian Keppres tersebut menjelaskan bahwa ketentuan penelitian khusus ini berlaku pula bagi penyaringan atau usul pengangkatan pejabat negara dan pegawai badan usaha tertentu milik negara atau daerah.

Karena itu lah Litsus juga dikenal sebagai metode penyaringan yang digunakan pemerintah di era Orde Baru, untuk menyeleksi para pegawai dan pejabat publik dari para eks anggota dan keluarga Partai Komunis Indonesia (PKI).

Di bawah kuasa Presiden Soeharto, eks anggota PKI dan keluarganya dianggap sebagai musuh negara. Adapun Litsus terdiri dari dua tahap yakni menjawab pertanyaan lisan dan wawancara tatap muka.

Baca juga: Saat Menpan-RB Tjahjo Kumolo Samakan TWK KPK dengan Litsus Era Orba

Alat menyingkirkan lawan politik

Merespons sikap Tjahji yang menyamakan TWK dengan Litsus, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Sigit Riyanto mengatakan, metode tersebut digunakan oleh  Orde Baru untuk mengeluarkan warga yang dianggap tidak sejalan dengan penguasa.

"Orde Baru, menerapkan kebijakan litsus dan saringan bersih lingkungan untuk mengeksklusi (mengeluarkan) warga bangsa yang dianggap tidak sejalan dengan kehendak penguasa dan menyingkirkan siapa saja yang dianggap potensial sebagai ancaman terhadap rezim," kata Sigit

Halaman:


Terkini Lainnya

Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Nasional
Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

Nasional
Kubu Prabowo Sebut 'Amicus Curiae' Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

Kubu Prabowo Sebut "Amicus Curiae" Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

Nasional
BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Nasional
Aktivis Barikade 98 Ajukan 'Amicus Curiae', Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Aktivis Barikade 98 Ajukan "Amicus Curiae", Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Nasional
Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Nasional
KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Nasional
Apa Gunanya 'Perang Amicus Curiae' di MK?

Apa Gunanya "Perang Amicus Curiae" di MK?

Nasional
Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Nasional
Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com