JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, yang juga anggota Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi menyatakan, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo sama sekali tidak punya otoritas untuk menilai pelanggaran HAM.
Hal ini bertalian dengan pernyataan Tjahjo yang mendukung sikap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mangkir dari panggilan Komnas HAM terkait tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status pegawai menjadi ASN.
Usman mengatakan, sebagaimana diatur dalam Pasal 89 Ayat (1) huruf b UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, otoritas itu berada dalam lingkup kewenangan Komnas HAM.
Baca juga: Komnas HAM Miliki Kewenangan Selidiki Dugaan Pelanggaran HAM dalam TWK
"Pernyataan Tjahjo itu semakin membuat terang ihwal peta aktor-aktor di balik pelemahan KPK. Sebab, pejabat selevel menteri mustahil tidak mengetahui suatu undang-undang," ucap Usman, dalam keterangannya, Rabu (9/6/2021).
"Karena itu, pernyataan ini terindikasi di luar kepentingan sebagai Menpan-RB. Lalu, apa motif Tjahjo melontarkan pernyataan kontroversial tersebut?" kata Usman Hamid.
Menurut Usman, yang mestinya dilakukan Tjahjo adalah memeriksa keikutsertaan Kemenpan-RB dalam proses peralihan ASN KPK yang tidak sesuai UU KPK hasil revisi Nomor 19 Tahun 2019.
Hal ini merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2015 yang menyatakan bahwa Kemenpan-RB bertugas menyelenggarakan urusan di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi untuk membantu presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
"Bukan justru disibukkan dengan memproduksi pernyataan kontroversial," kata dia.
Baca juga: Menpan-RB Anggap TWK seperti Litsus, Guru Besar FH UGM Khawatirkan Pembunuhan Karakter
Sementara itu, anggota koalisi lainnya, Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari meminta Presiden Joko Widodo segera memanggil dan mengevaluasi Tjahjo.
Feri mengatakan, pernyataan Tjahjo terkesan menganggap enteng polemik TWK.
Menurut dia, sebagai penyelenggara negara, Tjahjo mestinya memahami bahwa TWK yang dilakukan terhadap seluruh pegawai KPK melanggar hukum, mencoreng etika individu, meruntuhkan HAM, dan bertolak belakang dengan putusan Mahkamah Konstitusi.
"Mendesak agar Presiden Joko Widodo memanggil, meminta klarifikasi, dan mengevaluasi Tjahjo Kumolo atas pernyataan kontroversial yang telah ia sampaikan sebelumnya," kata Feri.
Baca juga: Presiden Jokowi Diminta Evaluasi Tjahjo Kumolo yang Dukung Pimpinan KPK
Diberitakan sebelumnya, Tjahjo Kumolo mendukung sikap Firli Bahuri dan kawan-kawan yang tidak mememuhi panggilan Komnas HAM pada Selasa (8/6/2021).
Menurut Tjahjo, tidak ada kaitan antara penyelenggaraan TWK dengan pelanggaran hak asasi manusia.
"Kami juga mendukung KPK misalnya yang tidak mau hadir di Komnas HAM. Apa urusan (tes) kewarganegaraan itu (dengan) urusan pelanggaran HAM?" kata Tjahjo dalam rapat dengan Komisi II DPR.
Baca juga: Saat Menpan-RB Tjahjo Kumolo Samakan TWK KPK dengan Litsus Era Orba
Tjahjo menilai, TWK merupakan hal yang biasa. Ia pun membandingkan dengan pengalamannya mengikuti penelitian khusus (litsus) di era Orde Baru.
Hanya saja, menurut Tjahjo, saat ini pertanyaan yang digali dalam TWK lebih luas, tidak hanya soal keterkaitan seseorang dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) seperti dalam litsus.
"Zaman saya litsus tahun '85 mau masuk anggota DPR itu, dulu kan fokus PKI, sekarang kan secara luas secara kompleks," kata politisi PDI-P ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.