JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Fakultas Hukum dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Sigit Riyanto mengaku khawatir penelitian khusus (litsus) era Orde Baru (Orba) akan diwariskan saat ini dan menjelma menjadi tes wawasan kebangsaan (TWK).
Apalagi, kemarin Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo mengakui bahwa TWK sama seperti litsus di era Orde Baru.
"Sekarang, tes warisan Orba ini dikhawatirkan telah menjelma atau diganti dengan TWK," kata Sigit kepada Kompas.com, Rabu (9/6/2021).
Baca juga: Saat Menpan-RB Tjahjo Kumolo Samakan TWK KPK dengan Litsus Era Orba
Sigit mengatakan, litsus digunakan rezim Soeharto untuk mengeksklusi warga yang dianggap tidak sejalan dengan kehendak penguasa.
"Mereka yang dinyatakan tidak lolos dalam tes semacam ini akan dianggap tidak nasionalis atau tidak memiliki wawasan kebangsaan. Suatu pembunuhan karakter yang absurd dan melecehkan akal sehat," kata dia.
Ia mengatakan, litsus tidak jelas ada relevansinya atau tidak dengan kecakapan atau kompetensi calon yang diuji dengan jabatan atau pekerjaan yang dilamar.
Pasalnya, proses litsus tersebut dilakukan untuk menyingkirkan mereka yang dianggap sebagai ekstrem kiri, kanan, tengah, atau kelompok apa pun yang tak sejalan dengan kebijakan penguasa.
Baca juga: Guru Besar UGM: TWK Rentan Jadi Alat Singkirkan Pegawai yang Tak Sejalan dengan Penguasa
Sementara TWK, lanjut Sigit juga berpotensi dipakai sebagai alat menyingkirkan siapa saja yang dianggap tak sejalan dengan kepentingan pemegang kuasa pada institusi tertentu.
Pelaksanaan tes tersebut tanpa ada penjelasan masuk akal tentang relevansi dengan kinerja, misi dan reputasi institusi terkait.
"Jika rekrutmen dilakukan tanpa standar yang jelas, obyektif dan transparan, patut diduga ada masalah dalam desain dan proses rekrutmen tersebut," ujarnya.
"Atau dari awal memang dimaksudkan untuk tidak meloloskan calon-calon tertentu yang tidak dikehendaki dengan beragam dalih, justifikasi dan kepentingan tersembunyi," ucap Sigit.
Baca juga: Mereka yang Menjaga Idealisme dan Nilai tetapi Disingkirkan atas Nama TWK...
Diberitakan sebelumnya, pimpinan KPK tidak menghadiri panggilan Komnas HAM pada Selasa (8/6/2021) terkait adanya laporan dugaan pelanggaran HAM dalam TWK sebagai bagian dari alih status pegawai KPK menjadi ASN.