JAKARTA, KOMPAS.com - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ade Irfan Pulungan menyebut, pasal dalam rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) mengatur tentang pemidanaan terhadap penghina presiden, bukan pada pengkritik kepala negara.
Irfan mengatakan, menghina berbeda dengan mengritik. Oleh karenanya, ia meminta masyarakat tak khawatir jika hendak menyampaikan kritikan.
"Sepanjang kritikan itu untuk evaluasi, perbaikan, masukan, untuk kebaikan, kan tidak ada yang perlu dikhawatirkan," kata Irfan kepada Kompas.com, Selasa (8/6/2021).
Baca juga: Aliansi Sayangkan Kemenkumham Tetap Gelar Sosialisasi meski Materi RKUHP Tak Berubah
"Kalau misalnya penghinaan pasti sangat tendensius," tuturnya.
Menurut Irfan, kritik disampaikan berdasar data, fakta, dan kajian keilmuan. Kritik berfungsi sebagai evaluasi agar pihak yang dikritik dapat melakukan perbaikan.
Sementara, penghinaan bersifat sangat personal, tendensius, tidak berdasar pada data atau fakta, serta cenderung bersifat fitnah. Penghinaan disampaikan juga bukan untuk memperbaiki pihak terkait.
Irfan menegaskan bahwa yang diatur dalam RKUHP berupa pemidanaan perbuatan kritik, melainkan penghinaan terhadap kepala negara.
"Yang penting mereka-mereka ini melakukan perbuatan yang disebut penghinaan itu dengan sengaja, ada niat, ada mens rea-nya melakukan itu," ujarnya.
Kendati demikian, Irfan setuju jika ke depan dibuat standardisasi proses penegakkan hukum terhadap pihak yang diduga melakukan penghinaan kepada presiden.
Rumusan tersebut penting dijadikan acuan pihak kepolisian agar pasal penghinaan terhadap presiden dalam RKUHP tak menjadi multiftafsir.
Baca juga: Anggota Komisi III DPR Sebut Belum Ada Draf Baru RKUHP
"Biar ada perspektif yang sama terhadap penegakkan hukum di lapangan ketika peristiwa hukum ini terjadi," katanya.
Irfan menambahkan, pasal penghinaan terhadap presiden dirumuskan dalam RKUHP demi menjaga martabat atau wibawa kepala negara.
Ia menyebut, wibawa suatu negara sangat bergantung pada kehormatan presiden. Oleh karenanya, kehormatan kepala negara harus dijaga.
"Institusi presiden itu kan memang perlu kita hormati, hargai, dijaga marwah dan kehormatannya. Kita enggak mau juga ada semacam kesan sangat rendah, sangat tendensius terhadap lembaga kepresidenan," kata dia.
Sebelumnya, beredar draf RKUHP yang kini mulai disosialisasikan pemerintah. Dalam draf tersebut tersebut terdapat pasal-pasal yang mengatur tentang penghinaan presiden dan wakil presiden.
Baca juga: KSP Sebut Sosialisasi Draf RKUHP oleh Kemenkumham Sesuai Arahan Jokowi
Dikutip dari Tribunnews.com, penghinaan terhadap martabat presiden/wapres dikenai ancaman maksimal 3,5 tahun penjara.
Apabila penghinaan itu dilakukan lewat media sosial atau sarana elektronik, ancamannya diperberat menjadi 4,5 tahun penjara.
Hal itu tertuang dalam BAB II RKUHP yang mengatur tentang tindak pidana terhadap martabat presiden dan wakil presiden.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.