Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Pasal Penghinaan Presiden di RKUHP, KSP Jamin Bukan untuk Pengkritik

Kompas.com - 09/06/2021, 05:06 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ade Irfan Pulungan menyebut, pasal dalam rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) mengatur tentang pemidanaan terhadap penghina presiden, bukan pada pengkritik kepala negara.

Irfan mengatakan, menghina berbeda dengan mengritik. Oleh karenanya, ia meminta masyarakat tak khawatir jika hendak menyampaikan kritikan.

"Sepanjang kritikan itu untuk evaluasi, perbaikan, masukan, untuk kebaikan, kan tidak ada yang perlu dikhawatirkan," kata Irfan kepada Kompas.com, Selasa (8/6/2021).

Baca juga: Aliansi Sayangkan Kemenkumham Tetap Gelar Sosialisasi meski Materi RKUHP Tak Berubah

"Kalau misalnya penghinaan pasti sangat tendensius," tuturnya.

Menurut Irfan, kritik disampaikan berdasar data, fakta, dan kajian keilmuan. Kritik berfungsi sebagai evaluasi agar pihak yang dikritik dapat melakukan perbaikan.

Sementara, penghinaan bersifat sangat personal, tendensius, tidak berdasar pada data atau fakta, serta cenderung bersifat fitnah. Penghinaan disampaikan juga bukan untuk memperbaiki pihak terkait.

Irfan menegaskan bahwa yang diatur dalam RKUHP berupa pemidanaan perbuatan kritik, melainkan penghinaan terhadap kepala negara.

"Yang penting mereka-mereka ini melakukan perbuatan yang disebut penghinaan itu dengan sengaja, ada niat, ada mens rea-nya melakukan itu," ujarnya.

Kendati demikian, Irfan setuju jika ke depan dibuat standardisasi proses penegakkan hukum terhadap pihak yang diduga melakukan penghinaan kepada presiden.

Rumusan tersebut penting dijadikan acuan pihak kepolisian agar pasal penghinaan terhadap presiden dalam RKUHP tak menjadi multiftafsir.

Baca juga: Anggota Komisi III DPR Sebut Belum Ada Draf Baru RKUHP

"Biar ada perspektif yang sama terhadap penegakkan hukum di lapangan ketika peristiwa hukum ini terjadi," katanya.

Irfan menambahkan, pasal penghinaan terhadap presiden dirumuskan dalam RKUHP demi menjaga martabat atau wibawa kepala negara.

Ia menyebut, wibawa suatu negara sangat bergantung pada kehormatan presiden. Oleh karenanya, kehormatan kepala negara harus dijaga.

"Institusi presiden itu kan memang perlu kita hormati, hargai, dijaga marwah dan kehormatannya. Kita enggak mau juga ada semacam kesan sangat rendah, sangat tendensius terhadap lembaga kepresidenan," kata dia.

Sebelumnya, beredar draf RKUHP yang kini mulai disosialisasikan pemerintah. Dalam draf tersebut tersebut terdapat pasal-pasal yang mengatur tentang penghinaan presiden dan wakil presiden. 

Baca juga: KSP Sebut Sosialisasi Draf RKUHP oleh Kemenkumham Sesuai Arahan Jokowi

Dikutip dari Tribunnews.com, penghinaan terhadap martabat presiden/wapres dikenai ancaman maksimal 3,5 tahun penjara. 

Apabila penghinaan itu dilakukan lewat media sosial atau sarana elektronik, ancamannya diperberat menjadi 4,5 tahun penjara.

Hal itu tertuang dalam BAB II RKUHP yang mengatur tentang tindak pidana terhadap martabat presiden dan wakil presiden.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Singgung Kekhususan Daerah, Mahfud Tak Persoalkan RUU DKJ Atur Gubernur Jakarta Ditunjuk Presiden

Singgung Kekhususan Daerah, Mahfud Tak Persoalkan RUU DKJ Atur Gubernur Jakarta Ditunjuk Presiden

Nasional
Kemenkumham dan Komnas HAM Gelar Peringatan Hari HAM Sedunia, Tema Harmoni dalam Keberagaman

Kemenkumham dan Komnas HAM Gelar Peringatan Hari HAM Sedunia, Tema Harmoni dalam Keberagaman

Nasional
Di Hadapan Pimpinan Ponpes, Mahfud Janji Beri Perhatian Penuh pada Pesantren jika Terpilih

Di Hadapan Pimpinan Ponpes, Mahfud Janji Beri Perhatian Penuh pada Pesantren jika Terpilih

Nasional
Di Hadapan Pimpinan Ponpes dan Dewan Masjid, Hary Tanoe Klaim Said Aqil Dukung Mahfud

Di Hadapan Pimpinan Ponpes dan Dewan Masjid, Hary Tanoe Klaim Said Aqil Dukung Mahfud

Nasional
Hary Tanoe Sebut Parpol Pengusung Ganjar-Mahfud Tak Pernah Bahas Bagi-bagi Kekuasaan

Hary Tanoe Sebut Parpol Pengusung Ganjar-Mahfud Tak Pernah Bahas Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Soal Cegah Konflik Kepentingan, Ketua KPK Nawawi Singgung Sikap Eks Kapolri Hoegeng Tutup Toko Bunga Miliknya

Soal Cegah Konflik Kepentingan, Ketua KPK Nawawi Singgung Sikap Eks Kapolri Hoegeng Tutup Toko Bunga Miliknya

Nasional
Didakwa Terima Suap Rp 11 Miliar, Sekretaris MA Hasbi Hasan: Bukti Nanti di Persidangan

Didakwa Terima Suap Rp 11 Miliar, Sekretaris MA Hasbi Hasan: Bukti Nanti di Persidangan

Nasional
Skor Penanganan Perkara Turun, KPK Diimbau Tutup Celah Kebocoran Perkara

Skor Penanganan Perkara Turun, KPK Diimbau Tutup Celah Kebocoran Perkara

Nasional
Banyak Pelanggaran, KPK Diimbau Benahi Sistem Integritas Internal

Banyak Pelanggaran, KPK Diimbau Benahi Sistem Integritas Internal

Nasional
KPK Disarankan Kembali Independen Supaya Sesuai Tujuan Pendirian

KPK Disarankan Kembali Independen Supaya Sesuai Tujuan Pendirian

Nasional
Integritas KPK Saat Ini Dinilai yang Paling Buruk

Integritas KPK Saat Ini Dinilai yang Paling Buruk

Nasional
Skor Independensi KPK Anjlok Sejak Penerapan UU Baru

Skor Independensi KPK Anjlok Sejak Penerapan UU Baru

Nasional
Tolak Draf RUU DKJ soal Gubernur Ditunjuk Presiden, Fraksi PKS: Jangan Kebiri Hak Demokrasi Warga

Tolak Draf RUU DKJ soal Gubernur Ditunjuk Presiden, Fraksi PKS: Jangan Kebiri Hak Demokrasi Warga

Nasional
Kampanye di Aceh, Cak Imin Ungkap Keinginan Angkat Menteri Urusi Pesantren

Kampanye di Aceh, Cak Imin Ungkap Keinginan Angkat Menteri Urusi Pesantren

Nasional
Kunjungi Pasar Kangkung di Lampung, Mendag Zulkifli Hasan Sebut Pasokan Bapok Melimpah

Kunjungi Pasar Kangkung di Lampung, Mendag Zulkifli Hasan Sebut Pasokan Bapok Melimpah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com