JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi mengikuti pertemuan khusus para menlu ASEAN dengan Menlu Republik Rakyat China (RRC), di Chongqing, China.
Dalam pertemuan yang digagas dalam rangka 30 tahun hubungan kemitraan ASEAN dan RRC itu, sebagai perwakilan Indonesia, Retno menyampaikan tiga isu penting.
Ketiganya yaitu tentang respons ASEAN-RRC terhadap pandemi Covid-19, pemulihan ekonomi, serta perdamaian dan stabilitas kawasan.
Retno menyampaikan pentingnya peranan RRC dalam isu-isu tersebut.
Pentinganya RRC Berbagi Dosis Vaksin Covid-19
Retno mengungkapkan bahwa kesenjangan vaksin pada tingkat global saat ini akan berisiko memperlama pandemi Covid-19, termasuk di Asia Tenggara.
Retno menuturkan, Indonesia berharap China dapat berperan lebih banyak dalam mengatasi kesenjangan vaksin.
Salah satunya dengan membagikan dosis (dosis sharing) vaksin kepada negara-negara yang belum mendapatkan.
Baca juga: Menlu Berharap ASEAN dan China Tingkatkan Kerja Sama Ekonomi Hijau
"Isu respons ASEAN-RRC terhadap pandemi, dalam pernyataan nasional Indonesia, saya kembali menegaskan bahwa pandemi ini masih jauh dari selesai. Kesenjangan vaksin global berisiko memperlama pandemi termasuk di Asia Tenggara," kata Retno dalam konferensi pers virtual, Senin (7/6/2021).
Retno menjelaskan, saat ini 75 persen vaksin dinikmati oleh 10 negara dan hanya 0,4 persen yang dinikmati oleh negara berpendapatan rendah.
Negara-negara ASEAN, kata dia, sejauh ini baru memvaksinasi 7,8 persen populasinya
"China dalam hal ini memainkan peran yang sangat penting dalam meningkatkan kerja sama vaksin. Dengan telah diterimanya persetujuan EUL (Emergency Use Listing) WHO bagi Sinovac dan Sinopharm, diharapkan China dapat melakukan kerja sama dosis sharing, termasuk melalui COVAX facility," kata Retno.
Ia berharap peningkatan kerja sama dengan China dalam hal dukungan terhadap ASEAN Covid-19 Response Fund. Termasuk berbagi lebih banyak dosis melalui COVAX Facility.
Menurutnya hal tersebut penting dalam rangka memenuhi akses vaksin bagi seluruh negara.
"Ke depan peningkatan kerja sama juga diperlukan untuk meningkatkan kapasitas produksi dengan cara memproduksi (vaksin) di negara-negara lain," kata dia.
Dalam pertemuan tersebut, Retno juga membahas tentang pentingnya kemitraan ASEAN dan China dalam mengantisipasi pandemi di masa yang akan datang.
Baca juga: Perwakilan ASEAN Dikabarkan Segera Menemui Junta Militer Myanmar
Menurut dia, hal tersebut dapat dicapai melalui penguatan sistem deteksi dini, investasi dalam industri kesehatan termasuk sektor farmasi, penelitian dan pengembangan serta pembentukan pusat produksi vaksin regional.
"Di tingkat global, kita harus bekerja sama untuk memajukan kepentingan negara-negara berkembang pada perjanjian internasional tentang kesiapsiagaan pandemi," kata dia.
Pandemi Momen Tingkatkan Kerja Sama Ekonomi
Pada isu kedua, Retno berharap ASEAN dan China dapat meningkatkan kerja sama pembangunan serta ekonomi hijau yang berkelanjutan.
"Pandemi Covid-19 ini menjadi momentum bagi kita untuk meningkatkan kerja sama pembangunan dan ekonomi hijau yang berkelanjutan," kata Retno.
Retno menilai, pandemi Covid-19 merupakan momentum untuk meningkatkan kerja sama untuk memulihkan perekonomian yang terpuruk.
Dalam hal ini, menurut Retno, ASEAN dan China Year for Sustainable Development dapat menjadi katalis untuk berkolaborasi di beberapa bidang, antara lain investasi dalam energi hijau, seperti baterai lithium.
Kemudian pembiayaan inovatif untuk infrastruktur hijau, pembiayaan untuk proyek ramah lingkungan, dan penelitian serta pengembangan bahan bakar nabati dan energi terbarukan.
Baca juga: Bahas Myanmar dengan Uni Eropa, Menlu: Indonesia Terus Komunikasi dengan ASEAN
"Segala upaya ini harus disinergikan agar kita dapat memimpin dengan teladan, lead by example, dalam meningkatkan ambisi iklim di kawasan," kata dia.
Pemulihan Demokrasi Myanmar Prioritas Utama
Pada isu ketiga, Retno menegaskan bahwa pemulihan demokrasi di Myanmar harus menjadi prioritas utama ASEAN dalam membantu penyelesaian krisis di negara tersebut. Selain itu, keselamatan dan kesejahteraan rakyat Myanmar.
Retno menuturkan, ASEAN telah melakukan sejumlah upaya terkait konflik di Myanmar. Salah satunya melalui ASEAN Leaders Meeting di Jakarta pada 24 April lalu.
Pertemuan tersebut menghasilkan lima poin konsensus.
"Tugas ASEAN sekarang ini adalah segera mengimplementasikannya," kata Retno.
Oleh karena itu, ucap Retno, dukungan China kepada ASEAN dibutuhkan untuk menindaklanjuti lima poin konsensus.
Dukungan tersebut dinilainya akan sangat dihargai, karena akan memberikan kontribusi bagi upaya mencapai solusi damai atas krisis yang terjadi.
Baca juga: 9 Negara Asean Termasuk Indonesia Tolak Embargo Senjata untuk Myanmar
Sebelumnya diberitakan, Presiden Joko Widodo menghadiri ASEAN Leaders Meeting (ALM) yang digelar di Sekretariat ASEAN, Kebayoran Baru, Jakarta, Sabtu (24/4/2021).
Jokowi menyatakan ASEAN telah mencapai konsensus atas konflik Myanmar. Menurut Jokowi, kekerasan harus dihentikan, demokrasi, stabilitas, dan perdamaian di Myanmar harus segera dikembalikan.
Jokowi juga mendesak pentingnya pemimpin Myanmar memberikan sejumlah komitmen.
Pertama, terkait penghentian penggunaan kekerasan dari militer Myanmar sehingga ketegangan dapat diredakan.
Selanjutnya dia meminta dimulainya proses dialog inklusif dan pembebasan tahanan politik Myanmar. Indonesia juga mengajukan pembentukan utusan khusus ASEAN, yaitu Sekjen dan Ketua ASEAN, untuk mendorong dialog dengan semua pihak di Myanmar.
Permintaan selanjutnya terkait akses bantuan kemanusiaan dari ASEAN yang dikoordinir oleh Sekjen ASEAN bersama AHA Center.
Indonesia, menurut Jokowi, berkomitmen mengawal tindak lanjut dari komitmen tersebut agar krisis politik di Myanmar dapat segera diatasi.
“Apa apa yang disampaikan Indonesia ternyata sejalan dengan apa yang disampaikan pemimpin ASEAN sehingga dapat dikatakan para pemimpin ASEAN telah mencapai konsensus,” ungkapnya.
Baca juga: 5 Negara Pendiri ASEAN
Adapun Khit Thit Media dan Delta News Agency melaporkan 20 penduduk sipil tewas dan banyak yang luka-luka saat bentrokan dengan militer, pada Sabtu (5/6/2021).
Melansir The Guardian pada Minggu (6/6/2021), sebuah kelompok pemantau lokal Myanmar memperkirakan sekitar 845 orang telah dibunuh oleh pasukan keamanan sejak kudeta pada 1 Februari.
Masih Dinegosiasikan
Seluruh hasil pertemuan dengan Menlu RRC tersebut, kata Retno, sampai saat ini masih dinegosiasikan.
Negosiasi mengenai hasil pertemuan disebutkannya masih berjalan. Termasuk tiga isu yang disampaikannya.
"Namun secara garis besar hasil pertemuan akan mencakup tiga isu utama," kata dia.
Pertama, kerja sama ASEAN-RRC menanggulangi Covid-19 dan kerja sama kesehatan secara umum, termasuk vaksin, pasokan medis dan pemberian bantuan teknis.
Kedua, upaya saling dukung dalam pemulihan ekonomi.
Ketiga, komitmen bersama untuk memulai kembali negosiasi teks Code of Conduct atau Kode Perilaku di Laut Tiongkok Selatan, yang selama setahun lalu tertunda akibat pandemi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.