Sang superhero tanpa jubah
Memang, beberapa masalah sistemik membutuhkan penyelesaian yang lama. Namun, setidaknya, anak muda saat ini berusaha ambil peran sebagai pemberi solusi.
Mereka bukan siapa-siapa, bahkan orang terkenal dan anak tokoh pun juga bukan. Mereka hanya anak muda yang peduli tentang Indonesia dan bagaimana menyelesaikan permasalahan SDGs ini dengan pergerakan akar rumput. Mereka memiliki semangat nasionalisme dan kebanggaan menjadi seorang Indonesia.
Contohnya adalah Gerakan Sekolah Bersama Yuk (Sebersy) yang berbasis di Kota Bogor, Jawa Barat. Yang menakjubkan, gerakan ini telah bertahan 10 tahun dan masih aktif bergerak di Kampung Ceger, Kota Bogor.
Pada masa pandemi pun, mereka tetap menjalankan kegiatannya dan bahkan berinovasi terkait cara memberikan pendidikan. Mereka menggunakan Google Classroom sebagai platform untuk belajar.
Mereka berjuang agar anak-anak yang tidak mampu bisa mengenyam pendidikan. Setidaknya, itulah yang menjadi semangat Bima Prasetyo selaku founder dalam membangun Sebersy.
Hal yang sama juga dilakukan oleh sekelompok anak muda di Kabupaten Kediri, Jawa Timur, tepatnya di Desa Joho, Kecamatan Semen. Mereka mendirikan Rumah Baca Lentera Wilis yang berfokus pada minat baca dan belajar anak-anak di lereng Gunung Wilis.
Semenjak berdiri pada tahun 2017, mereka telah membantu 30 anak desa mendapatkan pendampingan belajar. Pada masa pandemi pun, mereka tetap aktif berkegiatan setiap hari.
Apakah goresan karya anak muda hanya dalam bentuk komunitas? Tentu tidak, karena banyak karya anak muda yang menunjukkan bahwa anak muda sanggup mengemban misi kemajuan Indonesia.
Misalnya, dalam Indonesia Science Expo November 2020 lalu, terdapat banyak terobosan ilmiah yang diciptakan oleh siswa SMP dan SMA dalam berbagai bidang.
Ini menunjukkan bahwa mereka tidak ingin berdiam diri dan berpangku tangan dengan situasi saat ini. Mereka mengeluarkan energi kreatifnya untuk menghasilkan sesuatu yang kelak akan berguna di masa depan. Indonesia punya bibit-bibit ilmuwan unggul di masa depan nanti.
Bahkan, tujuh tahun lalu, tepatnya pada tahun 2014, Muhtaza Aziziya Syafiq, yang waktu itu masih duduk di kelas dua SMA, berhasil menyabet penghargaan di ajang International Science and Engineering Fair di Los Angeles.
Dia menciptakan sebuah kulkas tanpa listrik yang terinspirasi dari kondisi tempat tinggalnya, yakni Kabupaten Musi Banyuasin yang memiliki keterbatasan dalam akses listrik.
Dia juga menuturkan bahwa desa tempatnya tinggal memiliki potensi buah-buahan. Namun, karena terbatasnya akses listrik, petani setempat kurang baik dalam menyimpan hasil panen. Akibatnya, kondisinya sudah setengah busuk ketika akan dijual.
Tidak hanya di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, karya anak muda juga telah melanglang buana di dunia Internasional. Pada hari jadi ke-75 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), ada dua foto karya anak muda Indonesia yang turut dipamerkan. Dua foto yang dipamerkan merupakan hasil jepretan dari Andika Oky Arisandi dan Lety Liza.
Hal itu menjadi bukti bahwa goresan karya anak muda bisa membawa nama harum Indonesia di kancah dunia dan menyelesaikan beragam permasalahan sistemik yang ada di Indonesia dan juga dunia.