JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) senilai Rp 1.700 triliun yang diinisasi Kementerian Pertahanan (Kemenhan) tengah menjadi sorotan publik.
Besaran nilai itu tertuang dalam dokumen Rancangan Peraturan Presiden (Raperpres) tentang Pemenuhan Kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpahankam) Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia Tahun 2020-2024.
Pengadaan tersebut dinilai berlebihan ketika perekonomian masyarakat tengah terseok akibat dihantam pandemi Covid-19.
Apalagi, pengadaan ini dilakukan melalui skema pinjaman dana luar negeri yang dikhawatirkan akan membebani keuangan negara di masa depan.
Terlepas dari kecaman tersebut, Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto ternyata memiliki sederet target investasi prioritas pertahanan dalam rencana pengadaan alutsista tersebut.
Baca juga: Anggota Komisi I: Prabowo Bilang PT TMI Bukan Broker Terkait Rencana Pengadaan Alutsista
Hal itu diketahui berdasarkan infografis yang dibagikan Juru Bicara Prabowo, Dahnil Anzar Simanjuntak melalui akun Twitter-nya, @Dahnilanzar, pada Rabu (3/6/2021).
Merujuk infografis tersebut, Prabowo menargetkan adanya pemberdayaan industri pertahanan, peningkatan kemampuan intelijen, peningkatan pengamanan di wilayah perbatasan dan pulau kecil terluar, dan penguatan sistem pertahanan udara nasional (sishanudnas).
Kemudian, penguatan satuan komunikasi dan elektronika (satkomlek), peningkatan satuan peluru kendali strategis, pembentukan komponen cadangan, dan penataan komponen pendukung.
9. Apa yg menjadi Prioritas Investasi Pertahanan saat ini, @prabowo @Kemhan_RI ?? pic.twitter.com/0hCWm8Sw2p
— Dahnil A Simanjuntak (@Dahnilanzar) June 2, 2021
Dahnil memastikan reorganisir belanja dan pembiayaan alpalhankam ini dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan.
Pembelanjaan ini sendiri dilakukan melalui mekanisme lima rencana stretagis (renstra) yang dibelanjakan pada satu renstra pertama, yaitu 2020-2024.
Melalui mekanisme ini diharapkan postur pertahanan ideal Indonesia bisa tercapai pada 2025 atau 2026 dengan sasaran dapat bertahan sampai 2044. Dengan formula ini, lanjut dia, pada 2044 akan dimulai pembelanjaan baru untuk 25 tahun ke depan.
Selain itu, ia juga menyatakan bahwa pembiayaan yang dibutuhkan dari skema peminjaman luar negeri masih dalam pembahasan.
Nantinya, nilainya dipastikan tidak akan membebani APBN. Artinya, tidak akan mengurangi alokasi belanja lainnya dalam APBN yang menjadi prioritas pembangunan nasional.
Di sisi lain, pinjaman yang kemungkinan akan diberikan oleh beberapa negara ini diberikan dalam tenor yang panjang dan bunga sangat kecil.
Di samping itu, proses pembayarannya juga akan menggunakan alokasi anggaran Kemenhan yang setiap tahun sudah dialokasikan di APBN.