JAKARTA, KOMPAS.com – Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Giri Suprapdiono menyebutkan, sejak awal tujuan penyusunan revisi Undang-Undang KPK tidak dimaksudkan untuk memberhentikan sejumlah pegawai melalui tes wawasan kebangsaan (TWK).
Menurut Giri, salah seorang anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani juga mengatakan, seharusnya semua pegawai KPK diangkat terlebih dahulu menjadi ASN kemudian baru dilakukan pembinaan.
"Kan original intent orang yang menyusun undang-undang tuh dan diakui oleh beberapa orang ini, termasuk Pak Arsul Sani mengatakan, 'enggak kayak begini, mestinya diangkat dulu jadi PNS dan dilakukan pembinaan". Dan itu tecermin dalam peraturan yang ada,” kata Giri kepada Kompas.com, Kamis (3/6/2021).
Baca juga: Giri Suprapdiono: Saya Orang yang Tolak Mobil Dinas KPK, Saya Sampaikan ke Pimpinan
Giri juga menambahkan, semestinya setelah semua pegawai dilantik menjadi PNS, kemudian baru masuk ke tahap orientasi atau pembinaan sebagai ASN.
Sehingga, tidak perlu ada label "merah" atau "tidak bisa dibina" terhadap sejumlah pegawai yang tidak lolos TWK.
"Jadi bukan pembinaan ala, seperti ini, orang dicap warna merah, tidak bisa dibina, harus bela negara dan segala macam," kata dia.
Oleh karena itu, Giri pun menduga TWK merupakan sebuah alat untuk menyingkirkan sejumlah pegawai tertentu.
"Ini adalah penyingkiran secara sistematis saja, mengunakan dalih formal yaitu namanya tes wawasan kebangsaan," ucap Giri.
Baca juga: 75 Pegawai KPK Disingkirkan TWK, Pencarian Harun Masiku Terkendala
Diketahui, KPK menetapkan sebanyak 75 pegawainya tidak lolos TWK. Adapun, TWK merupakan tes alih status kepegawaian KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Dari total 75 pegawai tersebut, hanya 24 pegawai yang diberikan kesempatan untuk mengikuti pembinaan wawasan kebangsaan lanjutan sebelum diangkat menjadi ASN.
Namun, 24 pegawai tersebut juga masih memiliki peluang untuk tidak lolos dalam proses pembinaan.
Sementara itu, 51 pegawai lainnya dianggap sudah masuk katagori “merah” dan tidak bisa dibina.
Mereka pun akan diberhentikan dari posisinya sebagai pegawai KPK per November 2021.
Tentunya, hal ini menjadi sorotan masyakarat. Banyak pihak yang menuding ada tujuan tertentu dari pemberhentian sejumlah pegawai KPK.
Salah satunya, peneliti ICW Kurnia Ramadhana menilai upaya pemberhentian pegawai dengan menggunakan hasil asesmen TWK dilakukan bukan hanya oleh Pimpinan KPK.
"Selama ini dalam pengamatan kami, yang harus dilihat lebih lanjut Pimpinan KPK tidak bergerak sendiri. Ada pola yang terbentuk, ada kerjasama dengan kelompok tertentu," ucapnya dalam konferensi yang ditayangkan di kanal YouTube Sahabat ICW, Rabu (26/5/2021).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.