KOMPAS.com – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tengah mengembangkan perikanan budi daya dengan menggelar berbagai perlatihan bagi masyarakat.
Beberapa di antaranya adalah pelatihan budi daya ikan dengan recirculating aquaculture system (RAS) dan budidaya mangrove di Kabupaten Serang, Banten, serta pelatihan pengembangan olahan ikan di Kabupaten Madiun dan Nganjuk, Jawa Timur (Jatim).
Selain itu, Kementerian KP juga menggelar web seminar (webinar) untuk menyiapkan materi penyuluhan bagi masyarakat.
Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia (BRSDM) Sjarief Widjaja memaparkan dua poin penting dari penentuan tema RAS dan budidaya mangrove dalam pelatihan yang dilaksanakan di Serang, Banten, pada 1-2 Juni 2021.
Baca juga: KKP Ringkus 2 Kapal Illegal Fishing Asal Filipina di Laut Sulawesi
Poin pertama adalah pengaruh besar dari kualitas air bagi pertumbuhan dan kesehatan ikan yang tengah dibudidayakan.
Poin kedua adalah manfaat mangrove dari berbagai sudut pandang, yaitu manfaat dari segi ekologi, ekonomi, fisik-kimia, hingga sosial.
Dalam pelatihan yang difasilitasi oleh Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan (BP3) Tegal itu, Sjarief menjelaskan, kematian ikan di kolam budi daya sering kali terjadi akibat air yang tercemar oleh sisa pakan dan kotoran ikan.
“Sungai, danau maupun laut yang mengalir dengan sendirinya akan membersihkan bakteri dan kotoran tempat hidup ikan, berbeda dengan kolam yang cenderung mengendapkan kotoran dan bakteri tersebut,” jelasnya.
Menurut Sjarief, masalah itu dapat di atasi dengan RAS yang mengalirkan air kolam budi daya ke filter untuk dibersihkan dari kotoran dan bakteri, kemudian dialirkan kembali ke dalam kolam.
Baca juga: Riset BRDSM: Tanaman Herbal Jadi Solusi Obat Aman untuk Budidaya Ikan
“Melalui sistem RAS, kesehatan ikan dapat terjaga, sehingga berujung pada meningkatnya produktivitas usaha bagi pembudidaya ikan,” katanya.
Selain itu, Sjarief juga memaparkan, mangrove memiliki kemampuan untuk menyerap kadar karbon di udara sampai empat kali lipat dibandingkan tumbuhan lainnya.
“Lumpur-lumpur yang mengandung toksin dari limbah perkotaan akan diserap oleh akar-akar mangrove sehingga tidak mencemari perairan dan daratan di sekitarnya,” jelas Kepala BRSDM.
Menurut dia, apabila kawasan mangrove dikelola dengan baik, maka kawasan tersebut berpotensi menjadi daerah wisata yang menguntungkan masyarakat.
“Pada saatnya nanti, kawasan mangrove ini akan ditebar dengan kepiting, penyu, unggas dan biota lainnya yang melengkapi kawasan ekosistem mangrove ini sebagai tempat masyarakat dalam menikmati keindahan alam dan satwa,” kata Sjarief.
Baca juga: Udang Jadi Primadona Ekspor Komoditi Hasil Kelautan Selama Caturwulan I/2021
Senada, Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Nur’aeni mengatakan, selain dapat menekan abrasi, mangrove juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi.
“Mangrove dapat menjadi sumber pangan manusia, pakan ternak, kayunya dapat digunakan untuk bahan kerajinan, buahnya dapat digunakan sebagai bahan kosmetik, kandungannya bisa menghasilkan pewarna alami untuk pembuatan batik dan lain sebagainya,” jelasnya.
Anggota Komisi IV DPR RI itu mengaku khawatir terhadap masalah terhambatnya produktivitas usaha budi daya ikan akibat penggunaan teknologi yang tidak efisien.
Namun, dengan adanya pelatihan budi daya ikan menggunakan RAS tersebut, ia berharap masyarakat dapat memahami akses modal, teknologi, dan fasilitas yang bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan usaha budi daya ikan.
Pada kesempatan tersebut, Nur’aeni pun menyampaikan apresiasinya atas pelatihan yang tetap dilaksanakan pada hari libur nasional yaitu Hari Lahir Pancasila.
Baca juga: Hari Pancasila, Pengunjung TMII Capai 12.405 Orang