JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai rencana pengadaan alat peralatan pertahanan dan keamanan (alpalhankam) sebesar Rp 1,75 kuadriliun dinilai berlebihan.
"Rencana modernisasi alutsista pada saat ini dengan anggaran yang begitu besar tersebut adalah berlebihan dan tidak tepat," ujar Ketua Badan Pengurus Centra Initiative, Al Araf, mewakili koalisi dalam keterangan tertulis, Jumat (4/6/2021).
Al Araf menyebut anggaran sebesar itu akan semakin membebani masyarakat di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang hingga kini tak kunjung berakhir.
Baca juga: Rancangan Perpres Alpalhankam, Pemerintah Bakal Utang Rp 1,7 Kuadriliun Borong Alutsista
Apalagi, pandemi ini juga telah memukul perekonomian masyarakat, termasuk di belahan dunia.
Menurut dia, rencana penganggaran sebesar itu untuk sektor pertahanan merupakan bentuk nyata dari ketidakpedulian pemerintah atas nasib masyarakat yang sedang mengalami dampak serius akibat situasi pandemi.
Misalnya, dampak kesehatan, pengangguran, politik, hingga hak asasi manusia (HAM).
Lebih dari itu, lanjut dia, anggaran yang bersumber dari pinjaman luar negeri akan membuat utang Indonesia semakin membesar.
Padahal, kondisi utang luar negeri Indonesia saat ini sudah sangat memprihatinkan. Per Maret 2021, utang luar negeri Indonesia sudah menembus Rp 6.445,07 trilliun.
Jika ditambah dengan utang baru sebesar Rp 1,75 kuadriliun untuk sektor pertahanan, hal ini akan semakin membebani masyarakat.
"Sikap Kementerian Pertahanan yang menyatakan bahwa pembelanjaan alutsista melalui skema utang tersebut tidak akan membebani pemerintah (APBN) merupakan sikap yang sesat pikir, berpotensi menimbulkan masalah, serta tidak jelas," ujar dia.
Pihaknya juga menilai, upaya modernisasi alutsista merupakan hal penting dalam memperkuat kapasitas pertahanan Indonesia.
Namun, upaya peningkatan tersebut perlu dilakukan secara bertahap, mulai dari jangka pendek, menengah, hingga jangka panjang.
Baca juga: Anggap Perusahaan Swasta, Gerindra Nilai Tak Masalah Ada Kader di PT TMI
Di sisi lain, pemerintah sejak 2009 telah merancang program bertahap tersebut melalui program Minimum Essential Force (MEF).
Dalam setiap tahap MEF, pemerintah menganggarkan kurang lebih sebesar Rp 150 triliun setiap lima tahun untuk belanja alutsista. Dimulai sejak tahun 2009 dan berakhir pada 2024.
Oleh karena itu, koalisi menilai peningkatan anggaran alutsista yang berlebihan serta keluar dari skema MEF ini berlebihan, tidak beralasan, dan sangat kental dimensi politisnya.
"Patut dicurigai bahwa peningkatan anggaran sektor pertahanan ini tidak terlepas dari kepentingan politik kontestasi pemenangan Pemilu 2024 yang membutuhkan biaya politik," ucap dia.
Baca juga: Disebut-sebut Dilibatkan dalam Pembelian Alutsista, PT TMI Sebut Belum Ada Kontrak dari Kemenhan
Nilai pengadaan tersebut tertera dalam dokumen Rancangan Peraturan Presiden (Raperpres) tentang Pemenuhan Kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia Tahun 2020-2024.
Berdasarkan rancangan tersebut, pengadaan alutsista ini bisa dilakukan dengan skema peminjaan dana asing alias utang.
Belakangan Kemenhan membantah nilai pengadaan alutsista itu dan pembahasan rancangan tersebut belum final.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.