JAKARTA, KOMPAS.com - Polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) terhadap pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyisakan persoalan terkait transparansi.
Pelaksanaan TWK sejak awal hingga pengumuman 75 pegawai yang tak memenuhi syarat ditengarai tidak terbuka.
Ita Khoiriyah, salah satu pegawai KPK yang ikut proses alih status menjadi aparatur sipil negara (ASN), mengaku belum mendapatkan penjelasan kenapa ia dinyatakan tak lolos TWK.
"Ada sisi KPK yang tidak transparan. Kan lucu, kita ini lembaga antikorupsi yang mendorong lembaga lain untuk transparan dan terbuka informasinya,” ujar perempuan yang akrab disapa Tata itu, saat dihubungi, Selasa (1/6/2021).
Baca juga: Di Mana Keberpihakan Jokowi dalam Pemberantasan Korupsi?
Kejanggalan pelaksanaan TWK juga terjadi saat proses sosialisasi. Tata menuturkan, rencana pelaksanaan TWK disosialisasikan kepada seluruh pegawai pada 17 Februari 2021.
Ketika itu disampaikan tahapan yang harus dilalui pegawai KPK untuk bisa beralih statusnya menjadi ASN.
Pertama, pernyataan mengenai kesedaiaan menjadi ASN, tidak terlibat organisasi terlarang, berintegritas, setia pada Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan pemerintahan yang sah.
Pernyataan tersebut ditulis dalam surat bermaterai dan ditandatangani oleh Sekjen KPK.
Tahap selanjutnya yakni TWK.
Baca juga: Mereka yang Menjaga Idealisme dan Nilai tetapi Disingkirkan atas Nama TWK...
Saat sosialisasi, banyak pegawai yang bertanya apakah ada mekanisme lolos dan tidak lolos dalam tes tersebut.
Namun, menurut Tata, tidak ada jawaban dari Biro SDM atas pertanyaan tersebut.
Persoalan lainnya mengenai indikator yang digunakan dalam TWK. Tata menyatakan, saat sosialisasi disebutkan ada tiga indikator, yaitu integritas, kenetralan ASN, dan anti-radikalisme.
Akan tetapi, dalam konferensi pers pengumuman 51 pegawai yang akan diberhentikan karena dianggap tidak dapat dibina, Selasa (24/5/2021), Badan Kepegawaian Negara (BKN) menyebut ada tiga aspek dalam penilaian TWK.
Ketiga aspek tersebut adalah aspek pribadi, pengaruh, dan PUNP (Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah).
“Apakah ini berbeda dengan tiga indikator saat sosialisasi itu atau turunannya? Karena itu kami minta dibuka supaya terang benderang. Akhirnya ini jadi ironi, lembaga antirasuah kok tidak transparan,” ucap Tata.
Persoalan lain yang disoroti Tata yakni keterlibatan lembaga atau institusi lain dalam pelaksanaan TWK.
Baca juga: PGI Minta KPK dan BKN Transparan soal Hasil Tes Wawasan Kebangsaan
Peraturan KPK menyebut TWK diselenggarakan oleh KPK dan BKN. Kendati demikian diketahui ada lima instansi yang dilibatkan.
Lima instansi yang dilibatkan yaitu Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Intelijen Strategis TNI (BAIS), Pusat Intelijen TNI AD, Dinas Psikologi TNI AD, serta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
“Ini ada pihak yang terlibat tapi tidak disosialisasikan dari awal,” tutur dia.
Dugaan penyisipan pasal TWK
Penyusunan dasar peraturan pelaksanaan TWK juga ditengarai bermasalah.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK tidak mengatur soal mekanisme TWK. Begitu pula dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 tentang Alih Status Pegawai KPK.
Pelaksanaan TWK hanya diatur melalui Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Status Pegawai KPK menjadi ASN.
Baca juga: Pegawai KPK Ungkap Dugaan Firli yang Usulkan Adanya Tes Wawasan Kebangsaan
Menurut Tata, pembahasan peraturan KPK itu digelar sejak Agustus hingga Oktober 2020 melalui focus group discussion (FGD). Peserta yang terlibat tidak hanya pimpinan dan pegawai KPK, tetapi juga perwakilan KASN dan BKN.
Berdasarkan draf hasil FGD yang dibawa dalam rapat pimpinan pada Desember 2020 dan 25 Januari, tidak terdapat ketentuan mengenai TWK.
"Ada dugaan malaadministrasi, pengusulan TWK ini munculnya last minute, di ujung tanpa ada pembicaraan di ruang formal seperti FGD," ujar Tata.
Baca juga: Pembangkangan dan Omong Kosong Isu Taliban di Gedung Merah Putih KPK
Hal senada diungkapkan oleh pegawai di Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK, Benydictus Siumlala.
Beny mengatakan, ada tiga draf peraturan yang diserahkan saat pelaporaan dugaan malaadministrasi pimpinan KPK ke Ombudsman RI, Rabu (19/5/2021).
Ia menyebut draf Peraturan KPK per 18 januari merupakan hasil pembahasan melalui FGD. Dalam draf tersebut sama sekali tidak disebutkan soal mekanisme TWK.
Baca juga: 51 Pegawai KPK Dilabeli Merah, Giri: Apakah Kita Lebih Buruk dari Teroris?
Kemudian, draf Peraturan KPK per 20 Januari mengatur mekanisme pengalihan status pegawai KPK menjadi PNS melalui tes wawasan kebangsaan.
Selanjutnya dalam draf Peraturan KPK per 25 Januari barulah disebutkan TWK dilaksanakan oleh KPK bekerja sama dengan BKN. Aturan ini tercantum pada Pasal 5 ayat (4).
"Dari awal pelaksanaan TWK, bahkan sebelumnya, memang tidak transparan. Tidak transparan dan cenderung terburu-buru," kata Beny, saat dihubungi, Selasa (1/6/2021).
Kejanggalan materi TWK
Sebelumnya, Beny pernah menuturkan sejumlah kejanggalan dalam pelaksanaan TWK.
Dalam diskusi "Tinjauan Kritis Tes Wawasan Kebangsaan Pegawai KPK: Kemana Arah Bangsa Kita?" pada Minggu (16/5/2021), Beny mengaku baru diberitahu soal TWK sepekan sebelum tes dilaksanakan.
"Kurang lebih hanya satu minggu (informasi akan diselenggarakan TWK) sebelum tes dilaksanakan," kata Beny.
"Memang sebelumnya ada desas-desus beredar di kantor bahwa akan ada tes, akan ada asesmen," ucap dia.
Baca juga: Pengamat: Jika Berkehendak, Jokowi Bisa Angkat Pegawai KPK yang Tak Lolos TWK Jadi ASN
Beny dan pegawai KPK lain mendapatkan surat elektronik (surel) dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk mencetak kartu tes yang telah diberi nomor dan ruangan ujian.
“Tapi kemudian e-mail itu pun ditarik kembali karena ternyata belum koordinasi dengan bagian SDM (sumber daya manusia) KPK,” ucap dia.
Biro SDM KPK, kata Beny, mengirim surel susulan yang memberi tahu pegawai untuk tidak mengisi data yang diminta oleh BKN. Setelah ada komunikasi antara SDM KPK dengan BKN, barulah pegawai diminta mengisi surel tersebut.
Beny mengatakan, sejumlah pegawai KPK yang akan mengikuti TWK kemudian mencari contoh soal melalui internet.
Namun, Beny menuturkan, materi soal dalam tes sama sekali berbeda dengan contoh soal TWK yang telah dipelajari pegawai KPK.
Baca juga: Kejanggalan Tes Wawasan Kebangsaan Pegawai KPK yang Jadi Sorotan...
Beny mengakui bahwa pertanyaan yang beredar di media massa itulah yang ia dapatkan saat TWK.
“Di situlah muncul kemudian pernyataan-pernyataan yang banyak beredar di media seperti ada pernyataan kami disuruh pilih, setuju atau tidak setuju: 'Semua China sama saja', 'Semua orang Jepang itu kejam'," tutur dia.
"Homoseksual harus diberikan hukuman badan, membunuh demi kedaulatan negara itu diperbolehkan dan pernyataan yang lain-lain, kami diminta untuk setuju atau tidak setuju,” kata Beny.
Baca juga: Pimpinan KPK Tolak Cabut SK Penonaktifan 75 Pegawai yang Tak Lolos TWK
Ia menambahkan, ada beberapa sub tes dalam TWK yang terdiri dari pernyataan dan sejumlah pertanyaan esai, misalnya terkait kasus Rizieq Shibab.
"Di situ muncul pertanyaan-pertanyaan seperti apa pendapat anda mengenai kasus Habib Rizieq Shibab? Apakah beliau layak dihukum karena melanggar protokol kesehatan," ucap Beny.
Kemudian, ia menyebut ada pertanyaan-pertanyaan janggal yang dinilai tidak terkait dengan wawasan kebangsaan. Hal itu, menurutnya aneh dan sensitif, terutama bagi pegawai KPK yang perempuan.
"Muncul pertanyaan-pertanyaan seperti: 'Kenapa belum menikah?', 'Apakah masih punya hasrat atau tidak?', 'Kok umur segini belum menikah'," ucap Beny.
"Muncul pertanyaan, 'Kalau diminta oleh negara bersedia enggak melepas jilbab?', 'Lalu apa pendapat kamu mengenai free-sex?', dan lain-lain, yang bagi sebagian dari kami itu tidak menggambarkan wawasan kebangsaan," tutur dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.