Berjejaring dengan masyarakat sipil untuk memperkuat gerakan antikorupsi menjadi salah satu pekerjaan Tata di KPK.
Namun, pada 11 Mei 2021, Tata menerima Surat Keputusan (SK) Nomor 652 yang ditandatangani Ketua KPK Firli Bahuri pada 7 Mei 2021.
Tata dinyatakan tidak lolos TWK dan diminta menyerahkan tugas serta tanggung jawabnya pada pimpinan.
"Dalam SK itu disebutkan saya salah satu pegawai yang statusnya TMS (tidak memenuhi syarat). Poin yang paling berat adalah kami harus menyerahkan tugas dan kewenangan kepada atasan," kata Tata.
Baca juga: Ucap Selamat ke Pegawai yang ASN, WP KPK Ajak Bersatu Kawal Arahan Jokowi soal TWK
SK yang sama juga diterima oleh Benydictus Siumlala, pegawai di Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat. Beny juga belum mendapat penjelasan kenapa ia dinyatakan tak memenuhi syarat berdasarkan hasil asesmen TWK.
Beny menduga TWK menjadi alat untuk menyingkirkan pegawai yang dianggap kritis terhadap kebijakan yang tak sejalan dengan nilai-nilai dasar pembentukan KPK. Mereka yang dinyatakan gagal tidak hanya penyelidik dan penyidik kasus-kasus besar.
"Kami menduga kuat seperti itu. Ini salah satu upaya untuk menyingkirkan orang-orang yang vokal," ujar Beny.
Baca juga: Pegawai KPK Ungkap Kejanggalan TWK, dari Proses hingga Materi Pertanyaan
Saat seleksi calon pimpinan KPK periode 2019-2023, ratusan pegawai menandatangani petisi penolakan terhadap Firli Bahuri.
Diketahui Firli pernah melanggar kode etik ketika menjabat Direktur Penindakan KPK dan tidak mengakuinya.
Setelah menjabat, Firli juga dinyatakan melanggar kode etik oleh Dewan Pengawas KPK karena menggunakan helikoper milik perusahaan swasta dalam perjalanan pribadi dari Palembang ke Baturaja.
"Saya dulu ikut protes menentang pelanggaran etik, karena memang memang Komjen Firli ini banyak tidak sesuainya dengan nilai-nilai yang sudah ada di KPK," kata Beny.
Baca juga: Setelah 75 Pegawai KPK Tak Lolos TWK, MAKI: Pemberantasan Korupsi Kering, Dingin