JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo diharapkan mempertegas sikap dan dukungannya terhadap upaya pemberantasan korupsi.
Terlebih, saat ini muncul polemik soal tes wawasan kebangsaan (TWK) terhadap pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Setelah 75 pegawai dinyatakan tak lolos dalam proses alih status menjadi aparatur sipil negara (ASN), akhirnya 51 pegawai KPK bakal diberhentikan karena dianggap merah dan tidak bisa dibina.
Keputusan ini dianggap bertentangan dengan pernyataan Jokowi yang menyebut TWK tidak serta-merta dijadikan dasar untuk memberhentikan pegawai KPK.
Jokowi juga sependapat dengan pertimbangan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan pengujian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua UU KPK yang menyatakan proses alih status tidak boleh merugikan hak pegawai.
Baca juga: KPK Tak Akan Publikasikan Nama-nama Pegawai yang Tak Lolos TWK
Selain itu, penonaktifan 75 pegawai yang tak lolos TWK juga ditengarai sebagai pelemahan upaya pemberantasan korupsi.
Sebab, di antara pegawai yang tak lolos ada penyelidik dan penyidik kasus-kasus besar.
Ita Khoiriyah, salah satu dari 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK, menilai Jokowi harus memberikan pernyataan yang lebih tegas.
Sebab, keputusan pemberhentian 51 pegawai dianggap sebagai bentuk pembangkangan atau insubordinasi.
“Jokowi harus memberikan pernyataan lebih tegas. Pernyataan jokowi sebelumnya ini kan seperti ditafsirkan berbeda. Kalau kita melihat pengumuman tanggal 25 kemarin itu kan pembangkangan,” ujar Tata, sapaan akrabnya, saat dihubungi Kompas.com, Selasa (1/6/2021).
Menurut wanita yang kerap dipanggil Tata ini, insubordinasi tersebut akan menjadi preseden buruk bagi Presiden Jokowi sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi.
Ia berpandangan, keberpihakan Jokowi saat ini akan berpengaruh terhadap pengambilan kebijakan institusi ke depannya.
Baca juga: Penyidik KPK Minta Jokowi Turun Tangan Langsung Sikapi Pemberhentian 51 Pegawai
Perempuan yang pernah aktif di Jaringan Gusdurian itu juga khawatir pengabaian perintah presiden akan diikuti oleh institusi pemerintah lainnya.
“Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, keberpihakan Presiden Jokowi akan sangat berpengaruh terhadap kebijakan-kebijakan yang akan dikeluarkan,” kata Tata.
“Apakah presiden masih akan didengar, masih legitimate dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakan lain? Ini kan berbahaya,” ucap dia.