Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Novel: Harapan Masyarakat pada Pemberantasan Korupsi Terancam

Kompas.com - 02/06/2021, 15:52 WIB
Tatang Guritno,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengatakan pemberhentian 51 pegawai lembaga antirasuah itu merupakan sebuah ancaman untuk harapan masyarakat pada upaya pemberantasan korupsi.

Sebab para pegawai yang diberhentikan merupakan orang-orang yang selama ini berintegritas di aspek penyidikan, penyelidikan hingga pencegahan.

"Ini bukan hanya masalah menyingkirkan pegawai yang berpotensi dengan cara semena-mena. Tapi saya melihat harapan masyarakat pada pemberantasan korupsi sungguh-sungguh terancam," terang Novel dalam diskusi virtual yang diadakan Arus Santri Anti Korupsi (ASASI) dan Pasantren Amanah dan Anti Rasuah (PATUH), Rabu (2/6/2021).

Baca juga: KPK Tak Akan Publikasikan Nama-nama Pegawai Tak Lolos TWK

Novel juga menjelaskan bahwa perjuangan para pegawai untuk mengikuti TWK dan akhirnya dinyatakan tak lolos TWK dan tidak dilantik menjadi aparatur sipil negara (ASN) bukan atas kepentingan pribadi.

Jika didasari kepentingan pribadi, sambung Novel, para pegawai tersebut sudah memilih keluar dari KPK sejak lama untuk bekerja di tempat yang memiliki risiko lebih kecil.

"Kita tidak sedang memperjuangkan kepentingan pribadi. Kalau pribadi, banyak yang memilih keluar dari KPK mencari tempat yang lebih nyaman untuk bekerja tanpa ancaman. ini soal harapan masyatakat yang mau dirampas," kata dia.

Pada diskusi itu, Novel mengaku sempat bertanya pada Ketua KPK Firli Bahuri tentang alasan pengadaan TWK.

Pasalnya sejak awal TWK akan dilangsungkan, para Pimpinan KPK selalu menyebut bahwa tes itu hanya digunakan sebagai asesmen serta melihat apakah pegawai KPK tidak berafiliasi dengan partai terlarang, mencintai NKRI, patuh pada UUD 1945 dan Pancasila.

"Saya sempat tanya Pak Firli, saya Whatsapp, apakah jika TWK digunakan untuk mencari tahu ada pegawai yang berhubungan dengan organisasi terlarang, maka sudah ada indikasinya? Apa indikasinya?," ucapnya.

"Dijawab beliau 'tidak ada'. Lalu saya mengatakan jika memang ada indikasinya tidak perlu menunggu proses peralihan status kepegawaian. Setiap saat pegawai itu bisa diberhentikan, disingkirkan, karena hal itu juga sudah melanggar kode etik di KPK," sambung Novel.

Kemudian, lanjut Novel, Firli kembali menjawab pesannya, saat itu Ketua KPK itu menerangkan pada Novel bahwa TWK hanya digunakan sebagai upaya pemetaan.

"Maka kami kemudian berpikir positif dan mengikuti saja. Tapi akhirnya masalahnya banyak," sebutnya.

Novel juga menegaskan bahwa upaya pemberantasan tindak korupsi tidak mudah. Karena para pelaku memiliki kekuatan finansial dan kekuasaan yang cukup kuat.

Jika akhirnya 51 pegawai tetap diberhentikan dengan stigma radikal, dan taliban, ke depan akan banyak orang ragu untuk bekerja memperjuangkan kepentingan negara.

"Orang-orang yang risiko pengabdian, dan dedikasi terbaik dengan mudah disebut radikal atau taliban. Saya khawatir ke depan orang-orang takut jika benar-benar membela kepentingan negara," imbuhnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 19 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’  ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’ ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Nasional
Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Nasional
Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Nasional
Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Nasional
Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Nasional
AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

Nasional
MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

Nasional
Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Nasional
Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Nasional
Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Nasional
TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

Nasional
Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Nasional
Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Nasional
Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com