Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Darwin Darmawan

Pendeta GKI, Mahasiswa doktoral ilmu politik Universitas Indonesia

Keistimewaan Pancasila: Hari Ini Lahir, Empat Bulan Kemudian Menjadi Sakti

Kompas.com - 01/06/2021, 17:46 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

JUDUL di atas diambil dari komentar di time line medsos seorang teman. Satirenya mengekspresikan sesuatu yang ambigu.

Di satu sisi ia mencintai Pancasila. Nasionalismenya cukup tinggi. Tapi di sisi lain ia kecewa kepadanya. Pancasila selalu dinarasikan sakti setiap bulan Oktober, sementara nilai-nilainya tidak dihidupi oleh sebagian elit penguasa.

Benci tapi cinta yang dirasakan teman saya itu mewakili perasaan rakyat kebanyakan terhadap Pancasila.

Sayangnya, perasaan itu jarang diperhatikan dan dipahami. Padahal, inilah yang bangsa ini perlu lakukan jika ingin Pancasila menjadi ideologi yang relevan.

Legitimasi kezaliman penguasa

Salah satu tafsir terhadap Pancasila dilakukan oleh almarhum Eka Darmaputera. Dalam disertasi yang dipertahankan di Boston university, Eka menggunakan perspektif fungsionalisme parsonian untuk menjelaskan Pancasila.

Menurutnya, sebagai ideologi negara, Pancasila berfungsi sebagai nilai bersama yang istimewa. Ia dapat mencegah disintegrasi dan mendukung modernisasi.

Dengan menganalisa nilai-nilai budaya dalam Pancasila- seperti tepa salira, narima, rasa- Eka menyimpulkan bahwa nilai-nilai di dalamnya berakar dari budaya atau konsensus bersama rakyat Indonesia.

Sebagai budaya, rakyat mengikuti dan menghidupinya secara suka rela. Apalagi ia berfungsi untuk mempersatukan rakyat dan membantu bangsa Indonesia menjadi maju.

Kelemahan perspektif fungsional parsonian adalah ia memberi sedikit ruang kepada perbedaan atau perubahaan sosial jika membicarakan soal struktur dan fungsi sosial.

Karena struktur sosial (baca: Pancasila) berfungsi untuk kepentingan masyarakat, maka rakyat akan bertindak berdasarkan nilai-nilai tersebut. Rakyat tidak akan kritis. Mereka tidak akan hidup di luar nilai -nilai Pancasila.

Kita mengetahui, Orde Baru mengembangkan narasi tentang Pancasila yang luhur dan suci seperti itu. Rezim pembangunan tersebut membungkam suara yang berbeda (demi persatuan) dengan dalih pembangunan.

Orde Baru mengembangkan tafsir tunggal tentang Pancasila yang seperti itu. Mereka tidak segan-segan menggebuk siapa pun yang tindakan, perilaku, cara pikirnya tidak Pancasilais.

Penguasa yang memerintah selama 32 tahun itu melazimkan dirinya yang zalim kepada rakyat dengan legitimasi Pancasila.

Tafsir terhadap Pancasila dengan paradigma struktural memang dapat menunjukkan bahwa nilai-nilai Pancasila yang dianggap luhur dan suci adalah mitos secara empiri.

Thesis Ph.D Robison di Universitas Sydney (1978) menunjukkan kalau pancasila tidak suci di mata rezim yang berkuasa. Lewat analisa konflik antar kelas, ia menyimpulkan bahwa Pancasila, sejak 1959 ketika Soekarno membubarkan Parlemen, bahkan setelah 1965, dipakai untuk melayani kepentingan kelas penguasa dan pengusaha.

Kalau demikian halnya, apakah itu berarti kita tidak perlu mempercayai Pancasila lagi sebab ia hanya melayani kepentingan rezim yang berkuasa?

Adakah cara pandang alternatif yang membuat pancasila dapat mennjadi agama publik yang dihidupi oleh rakyat Indonesia?

Melihat Pancasila dari bawah

Prinsip demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat,oleh rakyat dan untuk rakyat. Jika kita menghendaki Pancasila menjadi civic religion, maka bangsa ini perlu memberi ruang luas untuk rakyat menginterpretasikan Pancasila.

Paradigma fungsional yang menasfirkan Pancasila sebagai nilai atau kultur bangsa dan paradigma struktural-konfliktual menolong kita melihat fungsi Pancasila sebagai pemersatu dan alat ideologi untuk melayani kepentingan penguasa.

Namun kedua paradigma tersebut masih bersifat elitis karena berfokus kepada penguasa. Cara pandang keduanya belum memberi ruang kepada rakyat. Padahal, rakyatlah yang menjadi subyek yang menghidupi Pancasila.

Paradigma simbolik -interaksionis memberi perhatian pada individu-individu yang membentuk masyarakat.

Paradigma ini melihat secara mikro interaksi antar individu, baik verbal-non verbal, simbol, humor, satire, segala bentuk komunikasi antar individu.

Komunikasi atau interaksi antar individu tersebut tersebut adalah alat untuk memaknai dan membentuk dunia mereka. Komunikasi itu juga otentik, sebab keluar dari pengalaman tiap individu.

Jika kita ingin Pancasila bermakna, maka kita perlu memperhatikan interaksi individu-individu dan mendengarkan interpretasi mereka tentang Pancasila.

Interpretasi dan aspirasi tersebut otentik dan dapat menjadi masukan berarti untuk melihat seberapa jauh Pancasila dihidupi oleh rakyat Indonesia.

Misalnya saja, dengan merefleksikan apa yang dikatakan kawan saya tentang Pancasila. Kita tidak tahu seberapa banyak rakyat Indonesia yang perasaannya benci tapi cinta kepada pancasila.

Menurut saya, perasaan tersebut lebih baik dari pada sebagian pejabat yang mengatakan cinta Pancasila tetapi mencampakkannya melalui korupsi yang dilakukan sembunyi-sembunyi.

Menteri yang korupsi dana bansos, misalnya. Juga lebih baik dari pada orang Indonesia yang benci kepada Pancasila karena melihat ada alternatif ideologi yang lebih luhur dibanding Pancasila.

Perhatian kepada narasi rakyat yang sehari-hari menafsirkan dan menghidupi Pancasila dibutuhkan jika kita ingin melihat Pancasila relevan.

Upaya elitis - formal menafsirkan dan menghidupi Pancasila seperti yang dilakukan -misalnya- oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) tentu diperlukan.

Tetapi upaya-upaya seperti yang dilakukan BPIP tidak akan banyak manfaatnya kalau tidak mendengarkan secara empatis suara rakyat banyak terkait Pancasila.

Tanpa mendengarkan suara rakyat, BPIP akan menjadi seperti BP7 di zaman Orde Baru. Keberadaaannya tidak akan banyak berdampak sebab rakyat mengetahui kalau rakyat yang (seharusnya) menjadi subyek di negeri Pancasila belum benar-benar dihormati.

Kalau ini yang terjadi, rakyat akan terus memproduksi satire terkait Pancasila yang sakti, eh, sakit.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Nasional
Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan 'Cawe-cawe' Pj Kepala Daerah

Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan "Cawe-cawe" Pj Kepala Daerah

Nasional
Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Nasional
Yusril Harap 'Amicus Curiae' Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Yusril Harap "Amicus Curiae" Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Nasional
Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Nasional
IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

Nasional
Yusril Sebut 'Amicus Curiae' Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Yusril Sebut "Amicus Curiae" Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Nasional
ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

Nasional
Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Nasional
Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Nasional
Menerka Nasib 'Amicus Curiae' di Tangan Hakim MK

Menerka Nasib "Amicus Curiae" di Tangan Hakim MK

Nasional
Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Nasional
Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Nasional
Sejauh Mana 'Amicus Curiae' Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Sejauh Mana "Amicus Curiae" Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com