JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju bersalah melakukan pelanggaran etik.
Stepanus Robin merupakan penyidik KPK yang ditetapkan sebagai tersangka penanganan perkara Wali Kota Tanjungbalai Tahun 2020-2021.
Selain diputus bersalah, Stepanus Robin juga diberhentikan secara tidak hormat.
"Oleh karenanya yang bersangkutan diputus melakukan perbuatan dengan ancaman sanksi berat yaitu berupa pemberhentian dengan tidak hormat sebagai pegawai KPK," kata Ketua Dewan Pengawas KPK, Tumpak Panggabean dalam konferensi pers, Senin (31/5/2021).
Tiga poin kesalahan
Dalam penjelasannya Tumpak mengatakan, ada tiga poin kesalahan yang dilakukan Stepanus Robin.
Pertama, dia dinyatakan bersalah melakukan pelanggaran kode etik yakni berhubungan dengan pihak-pihak atau orang-orang yang mempunyai keterkaitan dengan perkara yang sedang ditangani oleh KPK.
Baca juga: Putusan Dewas, Penyidik KPK Stepanus Robin Diberhentikan Tidak Hormat
Kedua, penyidik dari Polri ini juga terbukti menyalahkan kewenangannya dengan meminta dan menerima sesuatu dari pihak-pihak yang dihubungi tersebut.
Selanjutnya, Stepanus juga menunjukkan identitas yaitu ID card sebagai penyidik KPK kepada pihak yang tidak berkepentingan.
"Majelis Dewan Etik KPK menyatakan yang bersangkutan terbukti bersalah sesuai dengan pedoman perilaku kode etik yang telah ditetapkan oleh peraturan Dewas pasal 4 Ayat 2 Huruf A, B, dan C,” tegas Tumpak.
Sementara itu, anggota Dewas Albertina Ho menyatakan, Stepanus telah menikmati uang sebesar Rp 1,6 miliar yang diterima untuk menghentikan penanganan perkara di Tanjungbalai.
"Terperiksa telah menikmati hasil dari perbuatannya berupa uang kurang lebih sejumlah Rp 1.697.500.000," ucap Albertina.
Albentina pun menyebutkan bahwa tidak ada hal yang memberikan keringanan dari tindakan Stepanus Robin.
"Hal yang meringankan tidak ada," tegasnya.
Baca juga: Dewas Sebut Eks Penyidik KPK Stepanus Robin Terima Suap Rp 1,6 Miliar
Proses pengumpulan fakta