JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pertahanan (Kemenhan) menegaskan dokumen Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pemenuhan Kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia Tahun 2020-2024 (Alpalhankam) belum final.
"Raperpres adalah dokumen perencanaan dalam proses pembahasan dan pengujian mendalam, bukan dan belum menjadi keputusan final," ujar Juru Bicara Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjuntak dalam keterangan tertulis, Senin (31/5/2021).
Ia menyebut dokumen perencanaan pertahanan tersebut merupakan bagian dari rahasia negara dan dokumen internal masih dalam pembahasan yang berlangsung.
Pihaknya pun menyesalkan ada pihak yang membocorkan dan menjadikan dokumen tersebut sebagai alat untuk mengembangkan kebencian dan gosip politik yang penuh dengan nuansa kecemburuan politik.
Baca juga: Kemenhan Bantah Nominal Rp 1,75 Kuadriliun untuk Borong Alutsista
"Tentu Kementerian Pertahanan akan bersikap tegas untuk mengusut siapa yang bertanggungjawab menyebarkan dokumen tersebut sehingga menjadi simpang siur di publik," katanya.
Kepada Prabowo, lanjut Dahnil, Presiden Joko Widodo ingin ada kejelasan lima sampai dengan 25 tahun ke depan mengenai kepemilikan alpalhankam.
Berangkat dari sana, modernisasi alpalhankam menjadi sebuah keniscayaan. Terlebih kondisi alpalhankam saat ini sudah tua.
Bahkan, 60 persen alpalhankam di antaranya sudah sangat tua dan usang serta memprihatinkan.
"Oleh sebab itu, Kementerian Pertahanan mengajukan sebuah formula modernisasi alpahankam melalui reorganisir belanja dan pembiayaan alpalhankam," terang Dahnil.
Rencananya, reorganisir belanja dan pembiayaan alpalhankam ini dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan melalui mekanisme belanja lima rencana stretagis (renstra) yang dibelanjakan pada satu renstra pertama, yaitu 2020-2024.
Sehingga postur pertahanan ideal Indonesia bisa tercapai pada 2025 atau 2026 dengan harapan postur ideal tersebut bertahan sampai 2044.
Baca juga: Kemenhan Buka Pendaftaran Komponen Cadangan 2-7 Juni 2021, Ini Syaratnya
Dengan formula ini, lanjut dia, pada 2044 akan dimulai pembelanjaan baru untuk 25 tahun ke depan.
Selain itu, ia juga menyatakan bahwa pembiayaan yang dibutuhkan dari skema peminjaman luar negeri masih dalam pembahasan.
Nantinya, nilanya dipastikan tidak akan membebani APBN. Artinya, tidak akan mengurangi alokasi belanja lainnya dalam APBN yang menjadi prioritas pembangunan nasional.
Menurutnya, pinjaman yang kemungkinan akan diberikan oleh beberapa negara ini diberikan dalam tenor yang panjang dan bunga sangat kecil.