Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Guru Besar FH Unpad Usul Pelantikan Pegawai KPK Jadi ASN Dibatalkan

Kompas.com - 30/05/2021, 18:31 WIB
Tsarina Maharani,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Atip Latipulhayat menilai, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebaiknya membatalkan agenda pelantikan pegawai KPK sebagai aparatur sipil negara (ASN).

Menurut Atip, proses alih status pegawai KPK menjadi ASN melalui tes wawasan kebangsaan (TWK) tidak memiliki dasar hukum yang kuat serta tidak substantif.

"Satu tindakan yang menurut saya legal secara politik juga ramah terhadap aspirasi publik, bukan saja menunda pelantikan, tapi membatalkan proses yang mengakibatkan, meminjam bahasa Prof Sigit (Guru Besar FH UGM Sigit Riyanto), adalah eksklusi dan persekusi terhadap 75 pegawai," kata Atip dalam diskusi daring Mengurai Kontroversi TWK KPK, Minggu (30/5/2021).

Baca juga: Yang Tangkap Koruptor Bukan Saja Dipecat, Tapi Dilabeli Tak Bisa Dibina...

Pimpinan KPK diketahui membuat Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK Menjadi Pegawai ASN, sebagai tindak lanjut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK (UU KPK).

Salah satu isi peraturan itu menyatakan pelaksanaan asesmen TWK untuk para pegawai yang akan beralih status.

Padahal, UU KPK dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 tidak mengatur soal TWK sebagai syarat alih status pegawai menjadi ASN.

Atip berpendapat, TWK yang kemudian dilaksanakan Badan Kepegawaian Negara (BKN) serta sejumlah institusi lainnya itu sama sekali tidak memiliki esensi wawasan kebangsaan.

Menurutnya, yang terjadi adalah tes wawasan kebangsaan dengan tafsir kekuasaan.

"Itu substansinya tidak dapat dipertanggungjawabkan karena ini wawasan kebangsaan dengan tafsir kekuasaan. Bukan berdasarkan tafsir konstitusi, historis, orisinalitas kita berbangsa," ujarnya.

Baca juga: Soal Polemik TWK, PGI Minta Jokowi Turun Tangan Selamatkan KPK

Ia menyatakan, para pegawai KPK yang beralih status menjadi ASN semestinya tidak melalui proses seleksi.

Atip menegaskan, pimpinan KPK hanya perlu mengalihstatuskan, tanpa membuat tes-tes semacam TWK. Menurutnya, TWK malah menjadi alat segregasi, persekusi, dan eksklusi terhadap 75 pegawai yang kemudian dinyatakan tak lolos dan di antaranya dinonaktifkan.

"Kembalikan tes wawasan kebangsaan dalam khitah konstitusi, dalam arti komitmen berbangsa. Dan itu sudah self-evident dalam diri semua bangsa Indonesia. Apalagi khusus untuk pegawai KPK yang atas amanat revisi UU KPK sudah self-evident, tinggal dialihstatuskan saja," kata dia.

Adapun keputusan pemberhentian 51 pegawai KPK yang tak lolos TWK diambil dalam rapat koordinasi pada Selasa (25/5/2021).

Rapat dihadiri oleh pimpinan KPK, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly, Badan Kepegawaian Negara (BKN), Lembaga Administrasi Negara (LAN) dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).

Baca juga: Pembangkangan dan Omong Kosong Isu Taliban di Gedung Merah Putih KPK

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, penilaian asesor terhadap 51 pegawai tersebut merah dan tidak mungkin dibina.

Kendati demikian, ia tidak menjelaskan lebih detail mengenai tolok ukur penilaian kenapa pegawai KPK yang tak lolos TWK dinyatakan merah dan tidak dapat dibina.

Kepala BKN Bima Haria Wibisana memaparkan tiga aspek dalam penilaian asesmen TWK. Ketiga aspek itu yakni aspek pribadi, pengaruh, dan PUNP (Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah).

Menurut Bima, 51 pegawai KPK tersebut mendapat penilaian negatif pada ketiga aspek, termasuk PUNP, yaitu Pancasila, UUD 1945 dan perundang-undangan, NKRI, pemerintahan yang sah.

Sebelumnya, Presiden Jokowi telah meminta TWK tidak serta-merta dijadikan dasar untuk memberhentikan pegawai KPK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com