Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden PKS Sebut Disingkirkannya 51 Pegawai KPK Sakiti Rakyat

Kompas.com - 30/05/2021, 13:05 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Irfan Maullana

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden PKS Akhmad Syaikhu menyebut disingkirkannya 51 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyakiti rasa keadilan masyarakat.

"Menyaksikan fakta ini rasa keadilan rakyat pun semakin terkoyak-koyak, kesadaran nurani publik tersakiti," ujar Syaikhu dalam acara Halal Bi Halal dan Puncak Acara HUT ke-19 PKS, Minggu (30/5/2021).

Bagi mantan Wakil Wali Kota Bekasi ini, 51 pegawai KPK adalah pejuang antikorupsi.

Baca juga: Presiden PKS: Atas Nama Wawasan Kebangsaan dan Cinta Indonesia Pejuang Antikorupsi Disingkirkan!

Namun, perjuangan memberantas korupsi justru membuat mereka tersingkir melalui dalih tes wawasan kebangsaan (TWK).

"Hari-hari ini rakyat Indonesia juga menyaksikan secara kasat mata, atas nama wawasan kebangsaan dan cinta Indonesia para pejuang antikorupsi ramai-ramai disingkirkan," tegas Syaikhu.

Ketika upaya pemberantasan korupsi dilemahkan, lanjut dia, di saat yang sama justru terjadi prakti korupsi bantuan sosial (bansos) yang menjerat Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.

Baca juga: Ray Rangkuti Nilai Alasan Pemberhentian 51 Pegawai KPK Tak Bisa Dibina adalah Penghinaan

Padahal, bansos tersebut seharusnya diterima masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19 di Tanah Air.

Menurut dia, kondisi ini membuat masyarakat kian bertanya apakah integritas dan sikap antikorupsi 51 pegawai KPK tak mencerminkan sikap Pancasilais dan cinta NKRI.

Karena itu, ia menegaskan bahwa jangan sampai hanya karena ulah segelintir oknum membuat KPK tak berdaya.

"Jika itu terjadi maka rakyatlah yang dirugikan," katanya.

Baca juga: 51 Pegawai KPK Diberhentikan, PKS Nilai KPK di Titik Nadir

Sebanyak 75 pegawai KPK dinyatakan tidak lolos TWK. Dari 75 pegawai tersebut, 51 di antaranya diberhentikan dan 24 pegawai akan dibina kembali.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut penilaian asesor terhadap 51 pegawai tersebut merah dan tidak mungkin dibina.

"Yang 51 orang, ini kembali lagi dari asesor, ini sudah warnanya dia bilang, sudah merah dan ya, tidak memungkinkan untuk dilakukan pembinaan," kata Alexander dalam konferensi pers, Selasa (25/5/2021).

Kendati demikian, Alexander tidak menjelaskan lebih detail mengenai tolok ukur penilaian dan alasan kenapa pegawai KPK itu tidak dapat dibina.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala BKN Bima Haria Wibisana memaparkan tiga aspek terkait penilaian asesmen TWK. Ketiga aspek itu yakni aspek pribadi, pengaruh, dan PUPN (Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah.

Menurut Bima, 51 pegawai KPK tersebut mendapat penilaian negatif dalam ketiga aspek. Sementara itu, 24 pegawai lainnya mendapat nilai yang baik dalam aspek PUNP, namun memiliki masalah dalam dua aspek lainnya.

"Untuk yang aspek PUPN itu harga mati. Jadi tidak bisa dilakukan penyesuaian, dari aspek tersebut," ucap Bima.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho, Jelang Disidang Dewas KPK Karena Masalah Etik

Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho, Jelang Disidang Dewas KPK Karena Masalah Etik

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

Nasional
'Groundbreaking' IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

"Groundbreaking" IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

Nasional
Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Nasional
Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Nasional
PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

Nasional
Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

Nasional
Anak Buah SYL Disebut Temui Ahmad Ali Saat Penyelidikan Kasus Kementan di KPK

Anak Buah SYL Disebut Temui Ahmad Ali Saat Penyelidikan Kasus Kementan di KPK

Nasional
Halalbihalal Merawat Negeri

Halalbihalal Merawat Negeri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com