Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICJR: Hukuman Mati Tidak Akan Ciptakan Efek Jera Jangka Panjang

Kompas.com - 28/05/2021, 12:47 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu mengatakan, penerapan hukuman mati tidak akan menciptakan efek jera dalam jangka panjang.

Hal ini, menurut Erasmus, sudah banyak dibahas dalam banyak jurnal penelitian.

“Jadi kalau ditanya apakah ada hubungan kuat antara pidana mati dan efek jera, maka Bapak, Ibu akan menemukan banyak jurnal yang menyatakan tidak ada hubungannya,” kata Erasmus dalam webinar Konsultasi Nasional Pembaruan KUHP 2021, Jumat (28/5/2021).

Baca juga: Amnesty: Vonis Hukuman Mati Indonesia Tahun 2020 Capai Rekor Tertinggi di Masa Kepemimpinan Jokowi

Erasmus menuturkan, banyak jurnal atau kajian yang menyebut penerapan hukuman mati hanya digunakan untuk menunjukkan kekuasaan dari suatu negara.

Selain itu, hukuman mati juga berkaitan erat dengan ketidakmampuan suatu negara dalam tata kelola penyelesaian suatu tindak pidana. 

“Jadi kalau urusannya bukan power, maka kedua adalah ketidakmampuan negara untuk mengelola,” ucap dia.

Erasmus mencontohkan Portugal yang dinilai sukses menekan kasus penyalahgunaan narkotika tanpa menerapkan hukuman mati.

Portugal dianggap berhasil mengelola dan mengontrol peredaran narkotika sehingga tidak beredar di pasar gelap.

“Dia (Pemerintah Portugal) tekan demand-nya (permintaannya). Pengguna narkotika tidak dipenjara. Pengunaannya dikontrol oleh negara sehingga pasar gelapnya tidak laku,” ucap dia.

“Masyarakat enggak beli narkotika ke pasar gelap, dia belinya di negara, ke tempat-tempat yang kemudian dia bisa askes,” imbuh Erasmus.

Baca juga: Komnas HAM Dorong Pemerintah Hapus Hukuman Mati dengan Skema Masa Percobaan 10 Tahun

Erasmus menambahkan, penerapan hukuman mati hanya bisa menciptakan efek jera dalam jangka pendek.

“Ada satu jurnal di Amerika saat itu yang menyatakan ada hubungannya tapi efek deterrent itu tidak berhubungan dalam jangka waktu panjang,” ucap dia.

Adapun penerapan hukuman mati merupakan salah satu substansi dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang dianggap bermasalah.

Ketentuan pidana mati dinilai bertentangan dengan sejumlah prinsip HAM internasional. Sementara, Indonesia sudah meratifikasi konvenan internasional tentang hak sipil dan politik.

Dalam konvenan tersebut dinyatakan bahwa hak hidup merupakan hak asasi manusia yang tidak bisa dikurangi. Indonesia meratifikasinya melalui Undang-Undang Nomor 12 tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights.

Selain melanggar konvenan internasional, penerapan hukuman mati juga melanggar pasal 28 UUD 1945 dan UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Pasal 28A UUD 1945 menyebutkan, setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.

Baca juga: RKUHP Dikeluarkan dari Prolegnas Prioritas 2021, ICJR Usul Pembahasan Dilakukan Bertahap

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Nasional
Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Nasional
MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Nasional
Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Nasional
PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

Nasional
Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Nasional
Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Nasional
Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com