JAKARTA, KOMPAS.com - Polemik soal nasib pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) dalam proses alih status menjadi aparatur sipil negara (ASN) masih berlanjut.
Pada Selasa (25/5/2021), KPK akhirnya memberhentikan 51 dari 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK.
Ke-51 pegawai itu dinilai tidak lagi bisa dibina. Sementara, 24 pegawai lainnya dianggap layak mengikuti pelatihan dan pendidikan wawasan kebangsaan untuk selanjutnya diangkat menjadi ASN.
Baca juga: BREAKING NEWS: 51 Pegawai KPK yang Tak Lolos TWK Diberhentikan
Keputusan ini diambil berdasarkan hasil rapat koordinasi antara pimpinan KPK, Badan Kepegawaian Negara (BKN), serta Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara, Reformasi dan Birokrasi (Kemenpan RB).
Langkah KPK itu sontak menuai kekecewaan banyak pihak. Apalagi, pasca pernyataan Presiden Joko Widodo, muncul harapan nasib baik berpihak pada para pegawai KPK yang tak lolos TWK.
Nyatanya, sekalipun Jokowi telah menyatakan bahwa hasil TWK tak bisa dijadikan dasar pemberhentian pegawai, 51 dari 75 peserta yang tak lolos tes tetap diberhentikan.
Langkah KPK itu pun dinilai sebagai bentuk pembangkangan terhadap presiden. Alih-alih setuju pada pandangan itu, Istana yang dalam hal ini diwakili Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko justru menyebut bahwa tak ada yang diabaikan dari perintah kepala negara.
Arahan presiden
Melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin (17/5/2021), Jokowi menyampaikan bahwa hasil dari TWK tidak serta-merta bisa dijadikan dasar memberhentikan para pegawai KPK yang tidak lolos tes. Seharusnya, hasil tes menjadi masukan untuk memperbaiki KPK.
"Hasil tes wawasan kebangsaan terhadap pegawai KPK hendaknya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK, baik terhadap individu-individu maupun institusi KPK, dan tidak serta merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes," kata Jokowi.
Baca juga: Mengingat Kembali Pernyataan Jokowi soal TWK Tak Bisa Jadi Dasar Pemberhentian Pegawai KPK
Menurut Jokowi, jika hasil TWK menunjukkan adanya kekurangan pegawai, masih ada peluang untuk memperbaikinya melalui pendidikan kedinasan tentang wawasan kebangsaan.
Selain itu, perlu segera dilakukan langkah-langkah perbaikan pada level individual maupun organisasi.
Jokowi mengaku sependapat dengan pertimbangan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan pengujian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua UU KPK yang menyatakan bahwa proses pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN tidak boleh merugikan hak pegawai.
"Pengalihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara, ASN, harus menjadi bagian dari upaya untuk pemberantasan korupsi yang lebih sistematis," ujarnya.
Kala itu, presiden juga meminta agar para pihak terkait khususnya pimpinan KPK, Menpan RB, dan BKN merancang tindak lanjut bagi 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes sebagaimana prinsip-prinsip yang ia sampaikan.