JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto berharap presiden Joko Widodo mengambil tindakan tegas dalam upaya perlindungan hukum atas polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai KPK.
Hal itu setelah adanya pemberhentian 51 pegawai dan pembinaan kembali 24 pegawai yang dinyatakan tidak memenuhi syarat dalam proses alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) tersebut.
"Jika Presiden tidak tegas mengambil upaya perlindungan hukum dan menyelesaikan secara tuntas problem tersebut, maka Presiden dapat dituding menjadi bagian tidak terpisahkan dari pihak-pihak yang ingin menghancurkan lembaga KPK," kata Bambang dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (26/5/2021).
Baca juga: BW Sebut SK Pembebasan Tugas Pegawai KPK Bertentangan dengan Putusan MK
Bambang berpendapat, sebagai pejabat tertinggi ASN, Presiden Jokowi memiliki otoritas untuk mengambil alih persoalan TWK pegawai KPK.
Hal itu, menurut dia, sesuai Pasal 3 Ayat (7) PP 17 Tahun 2020 tentang Manajemen ASN.
"Untuk itu, presiden diusulkan mendelegitimasi atau membatalkan keputusan Ketua KPK yang di-back up para pembantunya tersebut," ucap dia.
Apalagi, kata Bambang, metode TWK yang dijadikan dasar keputusan pemberhentian pegawai KPK itu banyak dipertanyakan ahli soal akuntabilitasnya.
Bahkan, sebagian kalangan telah menyimpulkan bahwa, metode TWK terbukti memuat unsur-unsur yang potensial bersifat rasisme, intoleran, melanggar HAM, berpihak pada kepentingan perilaku koruptif dan bersifat otoriter.
Baca juga: Dipecat Gara-gara TWK, 51 Pegawai KPK Dinilai Sudah Dicap Rusak Secara Kebangsaan
Bambang pun menilai, Ketua KPK Firli Bahuri dan pimpinan lembaga tinggi negara lain yang mendukungnya patut diduga telah berkolusi untuk melakukan perbuatan melawan hukum dengan cara melegalisasi hasil TWK yang kontroversial dan tidak akuntabel tersebut.
Untuk itu, menurut dia, pihak-pihak tersebut harus dikualifikasi telah melakukan obstraction of justice karena dapat mengganggu dan menghalangi upaya pemberantasan korupsi.
"Tindakan di atas punya indikasi kuat, bukan hanya menantang pernyataan Presiden tetapi juga menista Kepala Negara," ucap Bambang.
"Tindakan dimaksud secara faktual juga dapat dinilai sebagai perbuatan kriminal karena melawan perintah atasan dari penegak hukum (dalam hal ini presiden) sesuai Pasal 160 KUHP," kata dia.
Baca juga: Pegawai KPK Tak Lolos TWK Dipecat, ICW Nilai Ada Keterlibatan Kelompok Tertentu
Sebelumnya, hasil TWK terhadap pegawai KPK sempat menjadi sorotan banyak pihak, termasuk Presiden Joko Widodo.
Dalam konferensi pers Senin (17/5/2021), Jokowi mengatakan, hasil TWK tidak serta-merta bisa dijadikan dasar untuk memberhentikan para pegawai yang tidak lolos tes.
Jokowi pun meminta para pihak terkait khususnya pimpinan KPK, Kemenpan RB dan Kepala BKN untuk merancang tindak lanjut bagi 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes.
"Hasil tes wawasan kebangsaan terhadap pegawai KPK hendaknya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK, baik terhadap individu-individu maupun institusi KPK dan tidak serta-merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes," kata Jokowi dalam tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Senin (17/5/2021).
Baca juga: Presiden Jokowi Didesak Batalkan Pemberhentian 51 Pegawai KPK
Sementara itu, KPK akan melantik 1.271 pegawai KPK yang telah memenuhi syarat dalam tes wawasan kebangsaan menjadi aparatur sipil negara pada tanggal 1 Juni 2021.
“Ada 1.274 yang lolos MS (memenuhi syarat) untuk diangkat menjadi ASN, tetapi satu mengundurkan diri, satu meninggal dunia, dan satu ternyata dari pendidikan tidak mmenuhi syarat, sehingga yang nanti tanggal 1 Juni akan dilantik jadi ASN 1.271,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Selasa (25/5/2021).
Alexander pun mengatakan, ada 51 pegawai yang terpaksa diberhentikan karena dinilai tidak bisa mengikuti pelatihan dan pembinaan lanjutan.
“Yang 51 tentu karena sudah tidak bisa dilakukan pembinaan berdasarkan penilaian asesor tentu tidak bisa bergabung lagi dengan KPK,” kata Alexander.
Ia menyatakn, hanya ada 24 pegawai yang dinilai layak mengikuti pelatihan dan pendidikan wawasan kebangsaan.
Setelah megikuti pelatihan lanjutan, 24 pegawai itu dapat diangkat menjadi aparatur sipil negara.
“Kita sepakati bersama dari 75 itu dihasilkan bahwa ada 24 pegawai yang masih dimungkinkan dilakukan pembinaan, sebelum diangkat jadi ASN,” ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.