Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Nilai Pemberhentian 51 Pegawai KPK Langgar UU KPK dan UU ASN

Kompas.com - 26/05/2021, 19:35 WIB
Tatang Guritno,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai pemberhentian 51 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melanggar Undang-Undang KPK.

Sebab menurut Kurnia, dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 secara administratif KPK mestinya tunduk pada lembaga eksekutif.

Adapun Pasal 3 UU KPK itu berbunyi:

"Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun".

"Pasca perubahan UU KPK, tepatnya pada Pasal 3 itu memasukkan KPK dalam rumpun kekuasaan eksekutif. Ini berimplikasi pada konteks administrasi mestinya KPK itu tunduk pada eksekutif, dan hal itu dilanggar," katanya dalam konferensi pers yang disiarkan di YouTube Sahabat ICW, Rabu (26/5/2021).

Baca juga: Guru Besar UGM Pertanyakan Indikator Penentuan Warna pada TWK Pegawai KPK

Sehingga, lanjutnya, pemberhentian itu telah melanggar UU KPK. Terlebih, Presiden Joko Widodo dalam pernyataannya meminta agar hasil asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) tidak dijadikan dasar pemberhentian pegawai.

Selain UU KPK, Kurnia juga menyebut bahwa pemberhentian 51 pegawai itu juga telah melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).

Kurnia menuturkan dalam UU ASN dikatakan bahwa Presiden adalah pembina tertinggi ASN.

"Kedua, Pasal 25 UU ASN secara jelas menyebutkan bahwa Presiden adalah pembina tertinggi ASN, dan itu pun ditabrak oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Pimpinan KPK," jelasnya.

Kurnia lebih lanjut menyayangkan keputusan Pimpinan KPK untuk memberhentikan para pegawainya.

Ia menyebut keputusan itu buru-buru, karena banyak pihak sudah mengkritik keabsahan TWK, dan para pegawai sedang melakukan pelaporan ke Dewan Pengawas, Ombudsman dan Komnas HAM.

"Dorongan kita sebenarnya ada evaluasi menyeluruh dahulu atau setidaknya menunggu dari hasil penyelidikan lebih lanjut dari lembaga-lembaga tadi," pungkasnya.

Sebagai catatan, polemik TWK menjadi perhatian publik karena beberapa hal dinilai janggal.

Kejanggalan itu disebut nampak pada pertanyaan yang dinilai berbagai pihak mengarah pada ranah privat dan berpotensi melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

Selain itu polemik semakin besar setelah hasil asesmen TWK digunakan Pimpinan KPK untuk memberhentikan 75 pegawai dari tugas dan tanggung jawabnya.

Presiden Joko Widodo dalam keterangannya Senin (17/5/2021) meminta agar hasil tes tidak digunakan untuk memberhentikan pegawai.

Baca juga: ICW Sebut Pemberhentian 51 Pegawai KPK Wujud Tak Menghargai Presiden

Selain itu, Jokowi juga sepakat dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam judicial review agar alih status pegawai KPK menjadi ASN tidan mengurangi hak para pegawai.

Terbaru Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana Selasa (25/5/2021) mengumumkan 51 pegawai KPK diberhentikan karena dianggap tetap Tak Memenuhi Syarat (TMS) dalam TWK.

Sementara 24 sisanya masih diberi kesempatan untuk dapat menjadi ASN setelah mengikuti pendidikan wawasan kebangsaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com