Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemberhentian 51 Pegawai KPK dan Pembangkangan terhadap Presiden

Kompas.com - 26/05/2021, 06:53 WIB
Tatang Guritno,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 51 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal diberhentikan karena tidak lolos dalam tes wawasan kebangsaan (TWK).

Sementara 24 pegawai akan mendapat pendidikan wawasan kebangsaan agar bisa menjadi aparatur sipil negara (ASN) dan masih ada potensi diberhentikan apabila tidak lolos.

Hal ini diputuskan dalam rapat koordinasi tindak lanjut terhadap pegawai KPK yang tak lolos TWK. Tes tersebut merupakan bagian dari proses alih status pegawai KPK menjadi ASN.

Pimpinan KPK, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly, Badan Kepegawaian Negara (BKN), Lembaga Administrasi Negara (LAN) dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) hadir dalam rapat tersebut.

"Yang 51 tentu karena sudah tidak bisa dilakukan pembinaan berdasarkan penilaian asesor tentu tidak bisa bergabung lagi dengan KPK," kata Alexander, saat memberikan keterangan pers, dikutip dari siaran Kompas TV, Selasa (25/5/2021).

Baca juga: BREAKING NEWS: 51 Pegawai KPK yang Tak Lolos TWK Diberhentikan

Menurut Alexander, penilaian asesor terhadap 51 pegawai tersebut merah dan tidak mungkin dibina.

Kendati demikian, ia tidak menjelaskan lebih detail mengenai tolok ukur penilaian dan alasan kenapa pegawai KPK itu tidak dapat dibina.

“Yang 51 orang, ini kembali lagi dari asesor, ini sudah warnanya dia bilang, sudah merah dan ya, tidak memungkinkan untuk dilakukan pembinaan,” kata Alexander.

Kepala BKN Bima Haria Wibisana memaparkan tiga aspek dalam penilaian asesmen TWK.

Ketiga aspek itu yakni aspek pribadi, pengaruh, dan PUNP (Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah).

“Untuk yang aspek PUPN itu harga mati. Jadi tidak bisa dilakukan penyesuaian, dari aspek tersebut,” kata Bima.

Baca juga: Ini Tiga Aspek yang Jadi Dasar Pemberhentian 51 Pegawai KPK

Bima menjelaskan, ketiga aspek tersebut memiliki 22 indikator yang harus dipenuhi pegawai KPK. Aspek pribadi memiliki enam indikator, aspek pengaruh tujuh indikator dan aspek PUNP sembilan indikator.

Menurut Bima, 51 pegawai KPK tersebut mendapat penilaian negatif dalam ketiga aspek. Sementara, 24 pegawai lainnya mendapat nilai yang baik dalam aspek PUNP, namun memiliki masalah dalam dua aspek lainnya.

“Jadi dari sejumlah 75 orang itu, 51 orang menyangkut aspek PUNP. Bukan hanya itu, yang 51 ini tiga-tiganya negatif,” kata Bima.

Setelah keputusan ini, 51 pegawai KPK yang tak lolos TWK masih dapat bekerja hingga 1 November 2021.

Baca juga: 51 Pegawai Diberhentikan, Pimpinan KPK: Sudah Merah dan Tidak Bisa Dibina

Bima berpandangan, kebijakan tersebut telah sesuai arahan Presiden Joko Widodo dan pertimbangan Mahkamah Konstitusi (MK) agar proses alih status tidak merugikan pegawai.

Selain itu, tindak lanjut terhadap pegawai KPK yang tak lolos TWK juga didasarkan pada dua undang-undang, yakni Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.

“Ini juga sudah mengikuti arahan Pak Presiden ini tidak merugikan ASN dalam putusan MK, itu sesuai perundang-undangan yang berlaku. Karena yang digunakan tidak hanya UU KPK saja,” ucap dia.

Pembangkangan terhadap Presiden

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra menilai keputusan enam lembaga itu insubordinasi atau tidak patuh terhadap perintah Presiden Joko Widodo.

Sebelumnya Jokowi meminta alih status kepegawaian tidak merugikan hak pegawai KPK. Ia meminta hasil TWK tidak serta-merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes.

"Keputusan itu semacam insubordinasi karena tidak mengikuti arahan Presiden Jokowi bahwa pengalihan status kepegawaian KPK menjadi ASN harus tidak merugikan mereka," ujar Azra kepada Kompas.com, Selasa.

Baca juga: Azyumardi Azra Sebut Keputusan Pemberhentian 51 Pegawai KPK Tak Lolos TWK Mengecewakan Publik

Azra menilai pemberhentian pada 51 pegawai KPK itu telah mengecewakan publik. Selain itu, tidak ada tolok ukur yang jelas hingga pegawai tersebut diberhentikan.

"Keputusan KPK yang disampaikan Komisioner KPK Alexander Marwata itu mengecewakan publik karena tidak jelas atau tidak ada transparansi kenapa 24 pegawai masih bisa dibina atau lulus TWK," kata dia.

"Apa alasan atau ukurannya? Di lain pihak kenapa 51 pegawai disebut merah atau tidak lagi bisa dibina atau diberhentikan," sambung Azra.

Azra mengatakan, penilaian terhadap pegawai didasarkan pada tiga aspek yakni kepribadian, pengaruh dan PUNP. Namun, belum jelas parameter apa yang dijadikan penilaian pada ketiga aspek.

Oleh karena itu ia menduga keputusan tersebut hanya digunakan untuk kepentingan para pimpinan KPK.

"Saya kira keputusan itu sangat subyektif dari penguasa KPK untuk kepentingan mereka sendiri," tutur dia.

Baca juga: Pengamat: Pemberhentian 51 Pegawai KPK Bentuk Pembangkangan terhadap Presiden

Hal senada disampaikan Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman.

Zaenur menilai keputusan itu merupakan wujud pembangkangan enam lembaga terhadap instruksi Jokowi.

"Ini adalah tindakan membangkang terhadap kepala negara secara frontal. Nah tindakan pembangkangan memang karena upaya menyingkirkan 75 pegawai KPK ini sejak awal sudah bulat," tuturnya.

Tindakan pembangkangan itu juga makin tampak karena nasib 24 pegawai yang dinyatakan masih dapat dibina dalam pendidikan wawasan kebangsaan belum tentu bisa diangkat jadi ASN.

"Masih ada kemungkinan tidak lolos setelah selesai pendidikan, artinya secara total pidato Presiden dibangkang sendiri oleh pembantunya dan pemangku kepentingan lainnya, dalam hal ini KPK," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Nasional
Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Nasional
KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

Nasional
Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Nasional
PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

Nasional
Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Nasional
KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Nasional
Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com