Bima berpandangan, kebijakan tersebut telah sesuai arahan Presiden Joko Widodo dan pertimbangan Mahkamah Konstitusi (MK) agar proses alih status tidak merugikan pegawai.
Selain itu, tindak lanjut terhadap pegawai KPK yang tak lolos TWK juga didasarkan pada dua undang-undang, yakni Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.
“Ini juga sudah mengikuti arahan Pak Presiden ini tidak merugikan ASN dalam putusan MK, itu sesuai perundang-undangan yang berlaku. Karena yang digunakan tidak hanya UU KPK saja,” ucap dia.
Pembangkangan terhadap Presiden
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra menilai keputusan enam lembaga itu insubordinasi atau tidak patuh terhadap perintah Presiden Joko Widodo.
Sebelumnya Jokowi meminta alih status kepegawaian tidak merugikan hak pegawai KPK. Ia meminta hasil TWK tidak serta-merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes.
"Keputusan itu semacam insubordinasi karena tidak mengikuti arahan Presiden Jokowi bahwa pengalihan status kepegawaian KPK menjadi ASN harus tidak merugikan mereka," ujar Azra kepada Kompas.com, Selasa.
Baca juga: Azyumardi Azra Sebut Keputusan Pemberhentian 51 Pegawai KPK Tak Lolos TWK Mengecewakan Publik
Azra menilai pemberhentian pada 51 pegawai KPK itu telah mengecewakan publik. Selain itu, tidak ada tolok ukur yang jelas hingga pegawai tersebut diberhentikan.
"Keputusan KPK yang disampaikan Komisioner KPK Alexander Marwata itu mengecewakan publik karena tidak jelas atau tidak ada transparansi kenapa 24 pegawai masih bisa dibina atau lulus TWK," kata dia.
"Apa alasan atau ukurannya? Di lain pihak kenapa 51 pegawai disebut merah atau tidak lagi bisa dibina atau diberhentikan," sambung Azra.
Azra mengatakan, penilaian terhadap pegawai didasarkan pada tiga aspek yakni kepribadian, pengaruh dan PUNP. Namun, belum jelas parameter apa yang dijadikan penilaian pada ketiga aspek.
Oleh karena itu ia menduga keputusan tersebut hanya digunakan untuk kepentingan para pimpinan KPK.
"Saya kira keputusan itu sangat subyektif dari penguasa KPK untuk kepentingan mereka sendiri," tutur dia.
Baca juga: Pengamat: Pemberhentian 51 Pegawai KPK Bentuk Pembangkangan terhadap Presiden
Hal senada disampaikan Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman.
Zaenur menilai keputusan itu merupakan wujud pembangkangan enam lembaga terhadap instruksi Jokowi.
"Ini adalah tindakan membangkang terhadap kepala negara secara frontal. Nah tindakan pembangkangan memang karena upaya menyingkirkan 75 pegawai KPK ini sejak awal sudah bulat," tuturnya.
Tindakan pembangkangan itu juga makin tampak karena nasib 24 pegawai yang dinyatakan masih dapat dibina dalam pendidikan wawasan kebangsaan belum tentu bisa diangkat jadi ASN.
"Masih ada kemungkinan tidak lolos setelah selesai pendidikan, artinya secara total pidato Presiden dibangkang sendiri oleh pembantunya dan pemangku kepentingan lainnya, dalam hal ini KPK," tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.