Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Laporkan Oknum Pimpinan KPK ke Komnas HAM, Novel: Kebijakan TWK Tidak Pantas

Kompas.com - 24/05/2021, 20:34 WIB
Irfan Kamil,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah perwakilan Wadah Pegawai (WP) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk melaporankan polemik Tes Wawasan kebangsaan (TWK) pada Senin (24/5/2021).

Penyidik senior KPK Novel Baswedan dan Ketua WP KPK Yudi Purnomo Harahap bersama kuasa hukum pegawai KPK melaporkan tindakan oknum pimpinan KPK yang membuat kebijakan TWK tersebut.

"Kami melaporkan terkait dengan tindakan oknum pimpinan KPK bahwa ada tindakan sewenang-wenang yang dilakukan dengan sedemikian rupa," ucap Novel dalam konferensi pers, Senin.

"Saya katakan oknum karena saya yakin tidak semuanya," ucap dia.

Namun demikian, Novel tidak merinci tindakan sewenang-wenang apa saja yang dilakukan pimpinan KPK terhadap pegawainya. Sebab, semua hal yang dialami pegawai tersebut telah diberikan kepada Komnas HAM dalam bentuk laporan.

Baca juga: 73 Guru Besar Kirim Surat pada Jokowi Terkait Polemik TWK di KPK, Begini Isinya

Akan tetapi, ia menyebut kebijakan TWK itu banyak yang melanggar hak asasi manusia misalnya hal-hal privasi, seksual dan persoalan agama.

"Itu sangat tidak pantas sekali dilakukan dan itu berbahaya sekali," ucap Novel.

Novel pun menilai, TWK yang buat KPK tersebut merupakan suatu cara yang dilakukan oknum pimpinan KPK untuk menyingkirkan pegawai KPK yang bekerja baik dan berintegritas.

Hal ini, menurut dia, bukan baru pertama kali terjadi dan perlu untuk ditindak lanjuti dengan serius.

Ia mengatakan, pelaporan yang dibuat tersebut bukan hanya terkait dampak yang terjadi terhadap pegawai KPK yang dilakukan tindakan semena-mena. Namun juga terhadap perkejaan yang tidak bisa dilanjutkan karena adanya SK yang dikeluarkan pimpinan KPK.

"Kami yang telah bekerja dan kemudian dengan adanya SK yang dikeluarkan oleh pimpinan KPK maka akan terlunta-lunta pekerjaan kami dan membuat kami tidak bisa bekerja atau melakukan tugas," ucap dia.

"Pelaporan kami tidak semata-mata kepentingan kami pribadi, tetapi ini juga hal yang lebih besar kepentingan upaya pemberantasan korupsi, upaya tidak memaklumi terkait dengan setiap penyerangan terhadap hak-hak asasi manusia dan juga terkait dengan kepentingan kita sebagai warga negara Indonesia," kata Novel.

Baca juga: Tjahjo Siapkan Pandangan soal 75 Pegawai KPK yang Tak Lolos TWK

Sementara itu, Komnas HAM menyatakan bakal menyelidiki kepatuhan KPK dalam pemenuhan standar dan norma hak asasi manusia terkait kebijakan Tes Wawasan kebangsaan.

Hal itu, dilakukan setelah Komnas HAM mendapatkan laporan dari Wadah Pegawai KPK soal 75 pegawai yang dibebastugaskan setelah tidak lolos TWK.

"Kami ingin memastikan bahwa setiap langkah atau setiap kebijakan dari lembaga negara manapun di Indonesia ini, tanpa terkecuali, dipastikan bahwa dia harus menuhi standar dan norma hak asasi manusia," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik

"Jadi yang nanti kita akan uji itu adalah derajat kepatuhan kepada standar dan norma hak asasi manusia yang sudah menjadi bagian dari prinsip dan norma kehidupan bernegara kita di Republik ini," ucap dia.

Taufan pun meminta pimpinan KPK beserta pihak-pihak terkait untuk kooperatif dalam memberikan informasi perihal polemik Tes Wawasan Kebangsaan yang dibutuhkan oleh pihaknya.

"Kalau misalnya nanti ada lagi bahan-bahan yang dibutuhkan Komnas HAM, kami sangat berharap untuk kooperatif mendukung langkah-langkah ini," kata Taufan.

"Juga kepada pimpinan KPK kami mintakan sekali lagi untuk juga kooperatif memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan oleh tim kami," ucap dia.

Baca juga: Komnas HAM Akan Selidiki Apakah TWK Pegawai KPK Sesuai Standar HAM

Taufan menyatakan, Komnas HAM telah sepakat menindaklanjuti laporan yang disampaikan oleh perwakilan WP KPK.

Terkait laporan tersebut, Taufan mengatakan, pihaknya akan membentuk tim di bawah pemantauan dan penyelidikan Komnas HAM yang dipimpin Komisioner Komnas HAM Choirul Anam untuk menindaklanjutinya.

"Itu satu prosedur yang sudah biasa dilakukan Komnas HAM kalau ada peristiwa-peristiwa yang kami anggap penting untuk dilakukan pemantauan, investigasi, penyelidikan maka kita tidak perlu membentuk tim khusus karena sudah ada komisi yang bertugas untuk itu," kata Taufan.

"Nanti Pak Anam yang akan memimpin bersama staf-staf yang lain juga dan juga beberapa komisioner lain yang juga nanti kita akan tentukan," ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com