KOMPAS.com – Euis merupakan salah satu pekerja sosial masyarakat (PSM) yang mengelola Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) di Desa Cibiru Wetan, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung.
Di atas lahan pinjaman warga, berdiri bangunan semi permanen RBM yang berfungsi untuk menerapi dan memberikan rutin anak-anak dan orang tua penyandang disabilitas.
Bersama sejumlah PSM dan yayasan terkait, Euis dengan telaten dan sabar mengelola dan mendampingi para penyandang disabilitas di RBM.
“Saya menjadi PSM karena anak sendiri mengalami disabilitas selama 18 tahun. Ini menggerakan saya dan teman-teman untuk peduli dan bangkit dari rasa malu menyembunyikan anak-anak disabilitas. Kami jadi percaya diri mengatasinya,” cerita Euis.
Menurut Euis, adanya RBM ini sangat membantu masyarakat di daerahnya. Para orangtua bahkan tidak perlu pergi jauh untuk menerapi anak-anak mereka.
“Suka terharu kalau ingat dulu saat anak terapi harus pergi jauh. Sekarang, orangtua cukup datang sebulan sekali membawa anak, nanti terapis akan datang,” kata Euis melalui keterangan tertulisnya, Senin (24/5/2021).
RBM mencatat terdapat 32 anak disabilitas yang rutin diterapi setiap bulan. Modelnya bergantian dengan 13 anak sekali terapi.
Selain anak, RBM juga memberikan terapi kepada para orangtua berupa penguatan mental agar mereka bisa melakukan terapi sendiri di rumah masing-masing.
Baca juga: Tingkatkan Akurasi Data Penyaluran Bansos, Kemensos Manfaatkan Sistem Digital
“Para orangtua diberi pekerjaan rumah (PR) oleh terapis, misalnya dengan membuka mulut lewat pijatan-pijatan ringan di wajah secara benar, sehingga tidak mengandalkan seratus persen di RBM,” jelasnya.
Terapi lain, lanjut dia, adalah model terapi anak dengan membawa anak-anak ke kolam renang untuk stimulasi tumbuh kembang anak. Terapi ini cocok untuk anak disabilitas yang kesulitan bergerak normal.
“Ketika berada di air, mimik muka mereka biasanya bahagia. Mereka merasa senang karena ada suasana baru yang menstimulus perasaan mereka,” ujarnya.
Tak hanya itu, anak-anak disabilitas juga mendapatkan berbagai hak dasar dan perlindungan.
Menurut Euis, anak-anak ini memiliki hak yang sama dengan anak-anak normal pada umumnya.
Baca juga: 2.000 Pegawai Kemensos di Swab Antigen, Risma: Agar Tidak Ada Penyebaran Covid-19
Ia bercerita, kendati memiliki anak disabilitas, dirinya tidak pernah lelah untuk mendampingi Rani (12). Gadis ini merupakan anak penyandang disabilitas yang masuk ke RBM sejak delapan bulan lalu.
Lewat berbagai terapi dan bimbingan di RBM, orangtua Rani mengaku ada kemajuan yang signifikan pada putri mereka.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.