TANGERANG, KOMPAS.com - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Tangerang menerapkan restorative justice atau keadilan restoratif dalam kasus yang melibatkan seorang pria memukul saudaranya di Kota Tangerang.
Kepala Kejari Kota Tangerang I Dewa Gede Wirajana menuturkan, tersangka dalam kasus tersebut adalah ES.
Sedangkan, korbannya adalah RM, adik kandung ES. Kasus ini terjadi pada 9 Maret 2021.
"Kasus penganiayaan yang dilakukan oleh tersangka kepada korban dengan melakukan pemukulan," ungkap Dewa kepada awak media, Minggu (23/5/2021).
Baca juga: Ini Alasan Polisi Tetap Usut Kasus Pemukulan dan Penjarahan yang Dilakukan Rombongan Pesilat
Kasus inii, kata Dewa, bermula dari ES yang kerap kehilangan uang di rumahnya. Rumah ES berada tidak jauh dari rumah RM.
Suatu ketika, ES tersulut emosi perihal kehilangan uang itu. Dia lantas hendak memukul iparnya, istri dari RM. Namun, perkelahian tersebut dilerai RM.
Saat melerai perkelahian itu, pukulan dari ES sempat mengenai wajah RM dan menyebabkan lebam di wajahnya.
"Karena peristiwa itu, pelaku disangkakan dengan Pasal 351 Ayat 1 KHUP dengan ancaman hukuman 2 tahun 8 bulan," sebut Dewa.
Berdasar pemeriksaan, Wira mengaku RM menyesali perbuatan tersebut.
Keluarga RM kemudian melayangkan permohonan pengampunan kepada Kejari Kota Tangerang.
"Atas dasar itu, kami mengkaji dan mempertimbangkan untuk diajukan restorative justice ke Kejati dan Kejagung," ucapnya.
Kejari Kota Tangerang, imbuhnya, lantas menerapkan restorative justice dalam kasus tersebut.
Wira mengaku, dalam menerapkan keadilan restoratif, ada sejumlah tahapan yang harus dilakukan.
Salah satunya, kata Wira, yakni perundingan antara kedua belah pihak yang bermasalah.
"Dari situ bisa disimpulkan upaya perdamaian," ungkapnya.
Baca juga: Kronologi Insiden Pemukulan yang Dilakukan Timses Denny Indrayana, Korban Dianggap Penyusup
Dihubungi secara terpisah, Kasi Pidana Umum Kejari Kota Tangerang Dapot Dariarma menyebut, ada sejumlah syarat lain untuk menerapkan restorative justice, selain kesepakatan untuk berdamai.
Beberapa syarat itu, lanjut Dapot, yakni ancaman pidana di bawah 5 tahun dan kerugian yang timbul dari kasus tersebut berada di bawah Rp 2.500.000.
"Syarat itu semua dipenuhi dalam kasus ini, hingga akhirnya kasus bisa selesai sebelum masuk ke pengadilan," ucapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.