JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP), Jaleswari Pramodhawardani mengaku prihatin dengan maraknya peristiwa peretasan yang dialami aktivis dan masyarakat sipil.
Ia menilai, tindakan tersebut merupakan perbuatan yang sangat tidak diharapkan dan meresahkan.
"Ini suatu hal yang meresahkan dan memprihatinkan. Masyarakat sipil berhak memberikan masukan dan kritik kepada pemerintah serta melakukan edukasi publik," ujar Jaleswari dalam keterangan tertulisnya pada Sabtu (22/5/2021).
Dia melanjutkan, masyarakat sipil merupakan elemen penting penyangga demokrasi yang sehat.
Sehingga, sepanjang dalam bingkai konstitusi dan regulasi, aktivitas masyarakat sipil harus dilindungi.
"Bagi individu yang merasa mendapat ancaman, teror dan sejenisnya dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab supaya aktif melaporkannya kepada aparat penegak hukum untuk dapat diambil tindakan," tegas Jaleswari.
Baca juga: Peretasan ke Aktivis Antikorupsi dan Pegawai KPK Juga Terjadi saat Polemik Revisi UU KPK Tahun 2019
Diberitakan, peretasan terjadi pada sejumlah pihak baru-baru ini.
Peretasan pertama kali terjadi pada sejumlah staf Indonesia Corruption Watch (ICW) pasca mengadakan konferensi pers yang dihadiri 8 mantan petinggi KPK, Senin (17/5/2021).
Terbaru peretasan juga dialami oleh dua pegawai KPK yakni yakni penyidik senior Novel Baswedan dan Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi KPK, Sujanarko.
Melalui akun Twitternya, Novel mengumumkan akun Telegram miliknya dan Sujanarko telah diretas, Kamis (20/5/2021).
Selain itu akun Telegram dan Whatsapp mantan Juru Bicara KPK Febri Diansyah juga mengalami peretasan.
Peretasan pertama kali terjadi pada sejumlah staf Indonesia Corruption Watch (ICW) pasca mengadakan konferensi pers yang dihadiri 8 mantan petinggi KPK, Senin (17/5/2021).
Sebelumnya, peretasan yang dilakukan pihak-pihak tak bertanggung jawab ke sejumlah aktivis antikorupsi dan pegawai KPK disebut pernah terjadi pada medio 2019.
Saat itu lembaga antirasuah tersebut sedang mengalami polemik terkait Revisi Undang-undang KPK.
Baca juga: Bambang Widjojanto: Negara Harus Atasi Peretasan ke Pegawai KPK
"Pada tahun 2019 banyak aktivis, akademisi antikorupsi dan pegawai KPK banyak mendapatkan teror berupa robo call dan hack pada gawai baik aplikasi Intagram, Whatsapp, dan Telegram," ungkap Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman pada Kompas.com, Jumat (21/5/2021).