JAKARTA, KOMPAS.com - Peretasan kepada sejumlah aktivis pemberantasan korupsi dan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai sebagai wujud teror demokrasi dan upaya pemberantasan korupsi.
Hal itu disampaikan Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman menyusul adanya peretasan yang dialami oleh penyidik senior Novel Baswedan dan Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi KPK, Sujanarko, Kamis (20/9/2021).
"Siapa pun pelakunya teror ini jadi ancaman untuk demokrasi, kebebasan berpendapat dan upaya pemberantasan korupsi," ungkap Zaenur pada Kompas.com, Jumat (21/5/2021).
Baca juga: Aktivis Antikorupsi dan Pegawai KPK Alami Peretasan, DPR Diminta Turun Tangan
Menurut Zaenur, ada perbedaan pola peretasan yang korbannya masyarakat biasa, aktivis, serta pegawai KPK.
Perbedaannya, menurut Zaenur, peretasan yang dialami masyarakat biasanya terjadi karena ada unsur kelalaian dari korban dan terkait dengan upaya penipuan.
"Kalau peretasan pada masyarakat, biasanya ada kelalaian di mana masyarakat tidak menetapkan two step verification," kata dia.
Sementara itu, pada aktivis antikorupsi dan pegawai KPK, pola peretasan berjalan sistematis dan terkait dengan teror.
"Saya membedakan ini karena polanya sangat khas dan targetnya spesifik, tujuannya ingin menebar teror rasa takut," ujar Zaenur.
Selanjutnya, Zaenur meminta agar para aktivis antikorupsi dan para pegawai KPK tidak takut dalam menghadapi peretasan itu.
Baca juga: Akun Telegram dan Whatsapp Mantan Jubir KPK Febri Diansyah Diretas
Sebab, menurut dia, teror dengan peretasan itu dinyatakan berhasil jika para aktivis antikorupsi dan pegawai KPK ketakutan dan tak lagi bersuara dengan kritis.
"Ini serangan pada gerakan antikorupsi di Indonesia dan ini harus menjadi alarm bagi aktivis antikorupsi dan pegawai KPK yang kritis untuk meningkatkan kewaspadaan diri," kata dia.
"Tapi tidak perlu takut, atau khawatir. Karena teror berhasil jika korbannya tak lagi menjadi kritis," ucap dia.
Sebelumnya, melalui akun Twitter pribadinya, penyidik senior KPK Novel Baswedan mengumumkan bahwa akun aplikasi Telegram miliknya dan Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi KPK, Sujanarko, telah diretas.
Dalam akun Twitter @nazaqistsha, Novel menyebut akun Telegram miliknya diretas pada pukul 20.22 WIB, dan akun Sujanarko pukul 20.31 WIB.
"Pengumuman, akun telegram saya dibajak sejak pukul 20.22 WIB hari ini sehingga tidak lagi dibawah kendali saya," kicau Novel, Kamis malam.
"Akun Telegram Pak Sujanarko sejak pukul 21.31 WIB juga dibajak sehingga tidak dalam kendali yang bersangkutan. Bila ada yang dihubungi gunakan akun tersebut, itu bukan kami," sambung Novel dalam kicauannya.
Baik Novel dan Sujanarko adalah dua pegawai yang masuk dalam 75 pegawai KPK tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Baca juga: ICW Sebut Ada Upaya Peretasan dalam Konferensi Pers soal Pegawai KPK yang Tak Lolos TWK
Keduanya juga merupakan perwakilan 85 pegawai itu yang melaporkan anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK Indriyanto Seno Adji atas dugaan pelanggaran etik.
Selain itu, keduanya menjadi perwakilan yang melaporkan semua Pimpinan KPK ke Dewas KPK atas dugaan pelanggaran etik pada penyelenggaraan TWK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.