JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi I DPR Sukamta menilai dugaan bocornya data 279 juta peserta BPJS Kesehatan merupakan sebuah peringatan akan pentingnya ketahanan siber serta keamanan data pribadi.
Pasalnya, kasus kebocoran data pribadi ini sudah sering terjadi, baik data yang diperoleh dari ranah swasta maupun dari instansi publik seperti data pasien Covid-19 dan data pemilih di KPU.
"Data BPJS Kesehatan ini sangat besar, 279 juta, termasuk data peserta yang sudah meninggal. Jumlah ini hampir sama dengan jumlah total penduduk Indonesia. Ini alarm bagi Indonesia," kata Sukamta dalam keterangan tertulis, Jumat (21/5/2021).
Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini melanjutkan, pemerintah harus segera menginvestigasi kasus tersebut agar mengetahui sumber kebocoran data.
Pemerintah juga diminta melakukan mitigasi agar data yang terlanjur bocor dapat dihentikan penyebarannya dan dimusnahkan.
Selain itu, pemerintah juga harus mengantisipasi efek kebocoran data ini yang berpotensi menimbulkan 'serangan' lain di dunia maya.
Baca juga: 5 Langkah Menghindari Kebocoran Data Pribadi Pengguna Aplikasi
"Harus ada langkah-langkah ke depannya agar hal seperti ini tidak terjadi lagi. Ini penting untuk digarisbawahi karena sepertinya akan ada lagi kasus-kasus kebocoran data yang lebih parah dari sebelumnya," ujar Sukamta.
Ia juga menekankan urgensi penyelesaian Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) menyusul maraknya kasus kebocoran data.
Menurut Sukamta, pembahasan RUU PDP selama ini terhambat karena ada perbedaan pandangan terkait bentuk otoritas perlindungan data pribadi, berbentuk lembaga independen atau dikelola oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika.
"Seharusnya, kasus dugaan bocornya data BPJS Kesehatan ini menjadi tamparan bagi kita semua, bahwa bentuk otoritas yang paling tepat adalah lembaga independen," kata dia.
"Bagaimana jadinya jika badan publik yang karena kelalaiannya menyebabkan terjadinya kegagalan pelindungan data pribadi. Aneh rasanya kemudian badan publik menghukum sesama badan publik," ujar Sukamta melanjutkan.
Ia berharap, perbedaan pandangan itu segera menghasilkan kesepakatan agar perlindungan data pribadi dapat segera memiliki payung hukum yang kuat.
Sebagai informasi, publik dihebohkan dengan isu bocornya data 279 juta penduduk Indonesia yang dijual di situs surface web Raid Forum.
Baca juga: Jaga Kerahasiaan Data Pribadi, Masyarakat Diminta Tak Unggah Dokumen Kependudukan ke Media Sosial
Situs tersebut dapat diakses siapa saja dengan mudah karena bukan merupakan situs gelap atau situs rahasia (deep web). Ratusan juta data itu dijual oleh seorang anggota forum dengan akun "Kotz".
Dalam keterangannya, Kotz menuturkan bahwa data tersebut berisi NIK, nomor ponsel, e-mail, alamat, dan gaji. Data itu termasuk data penduduk Indonesia yang telah meninggal dunia.
Unggahan itu juga menyebutkan bahwa data tersebut bersumber dari BPJS Kesehatan.
Sementara itu, Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma'ruf mengatakan pihaknya tengah melakukan penyelidikan atas dugaan kebocoran data tersebut
“Saat ini kami sedang melakukan penelusuran lebih lanjut untuk memastikan apakah data tersebut berasal dari BPJS Kesehatan atau bukan,” kata Iqbal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.