JAKARTA, KOMPAS.com - Lengsernya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 tidak terjadi secara tiba-tiba. Terdapat serangkaian peristiwa sebelum "The Smiling General" itu akhirnya mundur.
Salah satu peristiwa terjadi pada 18 Mei 1998 atau tiga hari sebelum lengser, Soeharto sempat bertemu dengan sejumlah tokoh untuk meminta pendapat.
Tokoh yang hadir dalam pertemuan tersebut antara lain perwakilan dari Muhammadiyah Malik Fadjar, perwakilan Nahdlatul Ulama (NU) Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.
Hadir pula Ahmad Bagja, Ali Yafie, Anwar Harjono, Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun, Ilyas Rukhiyat, Ma'ruf Amin, Soetrisno Muhdam, dan Nurcholish Madjid atau Cak Nur.
Baca juga: Kilas Balik Mundurnya Presiden Soeharto, 21 Mei 1998
Malik Fadjar menceritakan kembali pertemuan tersebut dalam acara Satu Meja di Kompas TV, pada Senin (21/5/2018).
Menurut Malik, sembilan tokoh yang hadir dalam pertemuan tersebut berangkat dari markas pergerakan reformasi, di Jalan Indramayu nomor 14.
Sembilan tokoh itu, menurut Malik, dilepas oleh Amien Rais yang ketika itu menjabat sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah.
Sementara, hanya Gus Dur yang berangkat dari kediaman pribadinya.
Menurut Malik, Amien Rais sengaja tidak diundang Soeharto dalam pertemuan, karena ketidaksukaannya dengan rekam jejak doktor lulusan Universitas Chicago tersebut.
"Jadi kisahnya itu sebagaimana kita ketahui, kisahnya waktu itu memang (Pak Harto) tidak berkenan dengan Pak Amien Rais," ujar Malik.
Baca juga: 21 Mei 1998, Saat Soeharto Dijatuhkan Gerakan Reformasi...
Dalam pertemuan tersebut, Soeharto didampingi Menteri Sekretaris Negara Saadillah Mursjid dan penulis pidato Presiden, Yusril Ihza Mahendra.
Inti dari pertemuan tersebut, kata Malik, Soeharto menawarkan dirinya untuk memimpin bangsa Indonesia menuju reformasi. Ia berharap Cak Nur mendampingi.
Pertemuan tersebut juga merupakan respons Soeharto atas surat yang dikirim Cak Nur terkait tuntutan reformasi.
"Pak Harto tidak meyinggingung masalah kabinet, tapi mempertanyakan bagaimana bentuk reformasi yang dikehendaki terjadi perdebatan. Lalu Pak Harto ingin memimpin reformasi dengan Cak Nur sebagai tokoh reformasi yang akan menjalankan tugas pelaksana," kata Malik.
Lebih lanjut, Malik mengatakan, candaan antara Soeharto dan Cak Nur sempat terjadi saat menyikapi tuntunan masyarakat agar Soeharto lengser.