JAKARTA, KOMPAS.com - Publik menunggu tindak lanjut soal polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) terhadap pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), setelah Presiden Joko Widodo bersikap.
Jokowi menyatakan, hasil TWK tidak serta merta bisa dijadikan dasar untuk memberhentikan para pegawai KPK yang tak lolos.
Ia meminta pimpinan KPK, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) serta Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk merancang tindak lanjut bagi 75 pegawai yang tak lolos tes.
Baca juga: Dugaan Malaadministrasi Pimpinan KPK dalam Proses Tes Wawasan Kebangsaan
Namun, hingga kini belum ada sikap dan keputusan yang diambil oleh penyelenggara TWK.
Sementara SK pimpinan KPK yang membebastugaskan pegawai yang tak memenuhi syarat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui TWK belum dicabut.
Keputusan tepat dan cepat
Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khairul Saleh berharap ada keputusan tepat dan cepat terkait 75 pegawai yang tak lolos tes.
Keputusan itu diperlukan agar agenda pemberantasan korupsi bisa terus berjalan dengan lebih baik.
"Kami juga berharap ada keputusan yang tepat dan cepat agar pemberantasan korupsi di Tanah Air dapat berjalan dengan lebih baik lagi untuk menuju Indonesia yang lebih maju," kata Pangeran kepada Kompas.com, Selasa (18/5/2021).
Baca juga: Polemik TWK Pegawai KPK, Komisi III Berharap Ada Keputusan Tepat dan Cepat
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut berharap ada solusi terbaik dan langkah bijaksana agar para pegawai KPK tetap dipertahankan.
Pasalnya, ia menilai para pegawai KPK yang tak lolos tersebut juga memiliki integritas, prestasi dan komitmen terhadap pemberantasan korupsi.
Pangeran menekankan, pegawai itu masih perlu dipertahankan agar KPK bisa bekerja semakin baik.
"Agar tupoksi KPK dapat berjalan lebih baik sebagaimana harapan presiden dan harapan kita semua," ujarnya.
Selain itu, Ia juga meminta pegawai KPK yang tak lolos dialihkan menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
Hal senada diungkapkan anggota Komisi III DPR Eva Yuliana. Ia meminta pimpinan KPK untuk menindaklanjuti arahan Presiden Jokowi.
Ia mengatakan, pernyataan Presiden Jokowi sudah tepat untuk mengakhiri polemik tersebut.
"Menurut kami, 75 pegawai KPK yang diketahui tak lolos tes, bagaimanapun sudah lama mengabdi. Maka semestinya, kita tetap menghargai dan memberikan perhatian," ujar Eva dalam keterangannya, Selasa (18/5/2021).
Baca juga: Pimpinan KPK Diminta Tindak Lanjuti Arahan Jokowi soal TWK
Eva menilai, pernyataan Jokowi telah menjawab polemik soal peralihan status pegawai KPK menjadi ASN.
Ia sependapat dengan sikap Presiden dan berharap semua pihak bisa tetap fokus dan mencermati secara detail persoalan tersebut.
"Tidak boleh sepenggal-sepenggal. Bagaimanapun ASN punya mekanisme dari aturan perundangan yang perlu dipatuhi bersama," ujarnya.
Rancang penyelesaian
Anggota Komisi III dari Fraksi PPP Arsul Sani juga angkat bicara. Ia meminta agar KPK, BKN, dan Kemenpan RB segera menyelesaikan persoalan 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK.
Menurut dia, penyelesaian tersebut harus segera dirancang karena Presiden Jokowi sudah memberikan pernyataan agar hasil TWK tak dijadikan dasar memberhentikan pegawai.
"Menurut kami di Komisi III ya karena Presiden sudah bicara dan meminta agar KPK, BKN, dan Kemenpan RB menyelesaikan persoalan 75 pegawai KPK ini dengan baik. Ya, maka ketiga instansi ini mesti merancang penyelesaian," ucap Arsul saat dihubungi Kompas.com, Rabu (19/5/2021).
Baca juga: 5 Pimpinan KPK Dilaporkan ke Ombudsman, Diduga Ada Malaadministrasi Proses TWK
Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini juga meminta agar tiga lembaga itu melibatkan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) dalam penyelesaian polemik TWK.
Arsul berpendapat, peran Lemhannas dalam penyelesaian polemik yakni sebagai pemberi pendapat dan masukan.
"Hemat saya, kalau yang dipersoalkan itu terkait dengan wawasan kebangsaan, maka ada baiknya ketiga instansi ini juga meminta Lemhannas untuk memberikan pendapat dan masukan," ujarnya.
Arsul juga sepakat dengan pernyataan Presiden Jokowi, bahwa hasil TWK tak bisa dijadikan dasar memberhentikan pegawai KPK.
Menurut dia, hal tersebut sudah tercantum dalam Pasal 69 C Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang KPK.
"Norma yang dipilih adalah mengangkat pegawai KPK yang belum ASN untuk menjadi ASN. Ini yang sering dipahami sebagai proses alih status," ujarnya.
Baca juga: Kejanggalan Tes Wawasan Kebangsaan Pegawai KPK yang Jadi Sorotan...
Ia menjelaskan, aturan itu bukanlah menetapkan norma untuk seleksi ulang bagi pegawai KPK agar bisa menjadi ASN.
Oleh karenanya, apabila ada tes termasuk TWK, pegawai yang tak memenuhi syarat nantinya diberikan kesempatan agar dapat memenuhi syarat hingga menjadi ASN.
"Bukan dibebastugaskan, apalagi diproses pemberhentiannya," tutur Arsul.
Patuhi perintah Presiden
Mantan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menegaskan, pernyataan Jokowi merupakan perintah yang bersifat legal dan harus dijalankan.
"Perintah Presiden Jokowi itu legal basisnya adalah putusan MK tentang judicial review UU 19/2019 yang final dan binding (mengikat), harus dijalankan," ujar Saut kepada Kompas.com, Rabu (19/5/2021).
Saut berpandangan, seharusnya pimpinan KPK mencabut SK yang membebastugaskan 75 pegawai tak lolos. Ia juga mendesak pimpinan KPK menyampaikan permohonan maaf kepada pegawainya.
"Jangan lama-lama buat surat, tinggal perintahkan staf, acc pimpinan, edarkan, perintahkan mereka staf segera kembali ke tempat dan bekerja," tutur dia.
Baca juga: Polemik 75 Pegawai KPK, Saut Situmorang: Perintah Jokowi Legal, Harus Dijalankan
Desakan agar penyelenggara TWK segera bersikap setelah pernyataan Jokowi juga datang dari pegawai KPK.
Penyelidik KPK Harun Al Rasyid mengatakan, ia bersama 74 pegawai KPK lainnya yang tak memenuhi syarat telah meminta pimpinan KPK untuk mencabut SK bebas tugas.
"Kami sudah meminta kepada pimpinan untuk segera mengaktifkan kembali ke 75 orang yang dinonaktifkan," kata Harun saat dihubungi Kompas.com, Rabu.
Ia menilai, langkah itu perlu segera dilakukan pimpinan KPK agar para pegawai yang tak lolos dapat kembali menjalankan tanggungjawabnya menangani berbagai kasus.
Harun merupakan Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penyelidikan dalam operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat.
"Karena kami memiliki tanggungjawab untuk segera menuntaskan kasus-kasus yang ada. Banyak sekali kasus yang akan kami OTT dan beberapa DPO yang harus kami cari segera," ucapnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.