Adapun dalam kartu yang dicetak pegawai tertera bahwa tes merupakan TWK. Padahal, kata Benydictus, tes yang diikuti sejumlah pegawai KPK merupakan tes indeks moderasi bernegara.
“Jadi sampai kami nge-print kartu tes pun, kita belum tau bahwa tes yang akan kita jalani adalah tes indeks moderasi bernegara sebenarnya yang biasanya dipakai oleh TNI Angkatan Darat,” ucap Benydictus.
“Kami tahunya tes kami itu tes wawasan kebangsaan,” kata dia.
Baca juga: Belum Ada Keputusan soal 75 Pegawai yang Tak Lolos TWK, KPK: Seluruh Pegawai Aset Lembaga
Benydictus mengatakan, sejumlah pegawai KPK yang akan mengikuti TWK kemudian mencari contoh soal melalui internet.
Namun, Benydictus menuturkan, materi soal dalam tes sama sekali berbeda dengan contoh soal TWK yang telah dipelajari pegawai KPK.
“Di situ baru kita tahu bahwa tesnya indeks moderasi bernegara, sementara kalau kira googling, enggak ada contoh soal tes indeks moderasi bernegara,” ucapnya.
Benydictus mengakui pertanyaan yang telah beredar di media massa itulah yang ia dapatkan saat TWK.
“Di situlah muncul kemudian pernyataan-pernyataan yang banyak beredar di media seperti ada pernyataan kita disuruh milih setuju atau tidak setuju semua China sama saja, semua orang Jepang itu kejam," tutur dia.
"Homoseksual harus diberikan hukuman badan, membunuh demi kedaulatan negara itu diperbolehkan dan pernyataan yang lain-lain, kami diminta untuk setuju atau tidak setuju,” kata Benydictus.
Baca juga: KPK Sebut Pembebastugasan 75 Pegawai yang Tak Lolos TWK Tak Akan Ganggu Kinerja
Ia menambahkan, ada beberapa sub tes dalam TWK yang terdiri dari pernyataan dan sejumlah pertanyaan esai, misalnya terkait kasus Rizieq Shibab.
“Di situ muncul pertanyaan-pertanyaan seperti apa pendapat anda mengenai kasus Habib Rizieq Shibab? Apakah beliau layak dihukum karena melanggar protokol kesehatan,” ucap Benydictus.
Kemudian, ia menyebut ada pertanyaan-pertanyaan janggal yang dinilai tidak terkait dengan wawasan kebangsaan. Hal itu, menurut Benydictus, aneh dan sensitif, terutama bagi pegawai KPK yang perempuan.
“Muncul pertanyaan-pertanyaan seperti kenapa belum menikah, apakah masih punya hasrat atau tidak? kok umur segini belum menikah,” ujar Benydictus.
“Muncul pertanyaan kalau diminta oleh negara bersedia enggak melepas jilbab, lalu apa pendapat kamu mengenai free-sex, dan lain-lain, yang bagi sebagian dari kami itu tidak menggambarkan wawasan kebangsaan,” kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.