JAKARTA, KOMPAS.com - Peristiwa kekerasan terhadap perempuan saat kerusuhan Mei 1998 kerap luput dari perhatian. Sementara, puluhan kasus kekerasan seksual dilaporkan ketika itu.
Pada 16 Juni 1998, sejumlah aktivis kemanusiaan membentuk koalisi Masyarakat Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Mereka menginisiasi kampanye terkait pertanggungjawaban negara terhadap kasus kekerasan yang terjadi selama kerusuhan Mei 1998.
Tuntutan dalam kampanye tersebut mencakup soal investigasi terhadap kerusuhan Mei 1998 dan kasus penyerangan seksual terhadap perempuan.
Kemudian, pengadilan terhadap pelaku dan penanggungjawab tindak kekerasan dan pernyataan maaf dari presiden kepada korban serta keluarganya di hadapan publik.
Baca juga: Retrospeksi Tragedi Mei 1998: Kekerasan terhadap Perempuan yang Kerap Dilupakan
Pada 15 Juli 1998, Masyarakat Anti Kekerasan terhadap Perempuan bertemu dengan Presiden Habibie.
Pertemuan itu merupakan tindak lanjut atas hasil pengumpulan data korban kekerasan terhadap perempuan.
Dikutip dari Kompaspedia, anggota koalisi yang hadir antara lain Ibu Hartarto, Ita F. Nadia, Shinta Nuriyah, Saparinah Sadli, Ibu Kuraisin Sumhadi, Ibu Mayling Oey, Mely G. Tan, Kamala Chandrakirana, dan Smita Notosusanto.
Ketika itu Presiden Habibie mengakui soal terjadinya pemerkosaan pada mayoritas etnis Tionghoa saat kerusuhan Mei 1998.
Kemudian, Habibie menginstruksikan kepada anggota koalisi yang hadir untuk menuliskan pernyataan berisi permintaan maaf negara atas tragedi yang terjadi. Pada hari yang sama, Habibie membacakan pernyataan itu dalam konferensi pers.
Baca juga: Mengingat Kembali Tragedi Trisakti 12 Mei 1998, Ketika Mahasiswa di Dalam Kampus Ditembaki
Pada 23 Juli 1998, Habibie membentuk Tim Gabungan Pencarian Fakta (TGPF) untuk menyelidiki kerusuhan Mei, termasuk dugaan terjadinya perkosaan massal sewaktu peristiwa tersebut.
Dalam laporannya, TGPF menyimpulkan kebenaran terjadinya serangan seksual yang dialami perempuan etnis Tionghoa. Tercatat ada 92 tindak kekerasan seksual yang terjadi selama kerusuhan Mei 1998 di Jakarta dan sekitarnya, Medan dan Surabaya.
Sebanyak 53 kasus merupakan tindak perkosaan disertai penganiayaan, 10 kasus penyerangan atau penganiayaan seksual dan 15 kasus pelecehan seksual.
Dalam menjalankan tugasnya, TGPF dibantu oleh laporan dari Tim Relawan untuk Kemanusiaan. Hasil temuan mengungkap terjadinya kasus sistemik kekerasan seksual selama kerusuhan Mei 1998.
Berangkat dari temuan tersebut, Habibie meminta usulan solusi kepada Saparinah Sadli. Tokoh perempuan ini lantas mengusulkan pembentukan sebuah Komisi Nasional yang fokus pada isu perempuan.
Baca juga: 23 Tahun Tragedi Trisakti: Apa yang Terjadi pada 12 Mei 1998?
Pembentukan ini juga bertujuan agar fenomena gunung es kekerasan terhadap perempuan dapat disuarakan.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.