JAKARTA, KOMPAS.com - Pada hari ini 25 tahun lalu, tepatnya pada 8 Mei 1996, kabar ihwal kaburnya terpidana korupsi kelas kakap Eddy Tansil dari penjara mencuat di pemberitaan media massa.
Pemberitaan tentang kaburnya Eddy Tansil dari LP Cipinang, Jakarta, baru diketahui publik pada 7 Mei. Informasi resmi mengenai kaburnya Eddy Tansil disampaikan oleh Menteri Kehakiman Oetojo Oesman.
Padahal Eddy Tansil kabur dari LP Cipinang sejak 4 Mei. Namun peristiwa kaburnya Eddy Tansil ternyata sangat tertutup karena baru diketahui komandan jaga pada 6 Mei 1996.
Dilansir dari harian Kompas yang terbit pada 8 Mei 1996, komandan jaga di LP CIpinang baru mengetahui pada 6 Mei bahwa terpidana kasus Golden Key Group yang merugikan negara hingga Rp 1,3 triliun itu kabur.
Usai kaburnya Eddy Tansil, Oetojo Oesman langsung mencopot Kepala Lembaga Pemasyarakatan Cipinang Mintardjo dari jabatannya.
"Saya yang paling bertanggung jawab dalam masalah ini," ucap Oetojo Oesman dilansir dari harian Kompas.
Masih berdasarkan pemberitaan harian Kompas, kaburnya Eddy Tansil rupanya sudah direncanakan dengan rapi.
Hal itu terlihat dari kronologi kejadian yang terungkap saat pemeriksaan berlangsung. Mulanya, Eddy sudah membicarakan rencananya untuk keluar dari LP Cipinang dengan salah satu komandan jaga sehari sebelum ia kabur yakni Jumat (3/5/1996).
Baca juga: Kisah Eddy Tansil, Buronan Koruptor Terlama di Indonesia
Pada Sabtu (4/5/1996) akhirnya disepakati disediakan mobil Carry milik Eddy Tansil yang disediakan untuk membawanya keluar dari LP Cipinang pada pukul 18.30. Dengan demikian Eddy Tansil bisa diselundupkan keluar.
Kaburnya Eddy Tansil juga diduga lantaran adanya kerja sama dengan para penjaga pintu LP Cipinang yang tak memeriksa mobil Carry tersebut saat keluar dari LP Cipinang.
Para penjaga pintu tak memeriksa mobil tersebut karena memercayai komandan jaga bahwa mobil tersebut aman dan tak perlu diperiksa.
Eddy Tansil sedianya memang biasa keluar LP Cipinang meski sudah divonis 17 tahun penjara. Ia rutin keluar LP Cipinang dalam rangka berobat jantung di RS Harapan Kita, Jakarta.
Namun biasanya ia dikawal oleh petugas polisi dan sipir saat berobat jantung ke RS Harapan Kita.
Baca juga: Kejagung Belum Pastikan Target Pemulangan Eddy Tansil
Kali ini, keluarnya Eddy Tansil dari LP Cipinang tidak melalui prosedur yang semestinya. Eddy keluar tanpa pengawalan petugas polisi dan sipir.
Saat kabur, diketahui pula bahwa Eddy Tansil memberikan uang rokok kepada komandan jaga agar ia tak perlu dikawal.
"Saat diketahui bahwa terpidana tidak berada di tempat, KPLP (Kepala LP Cipinang) kemudian melakukan pelacakan ke rumahnya. Karena tidak berhasil bertemu dengannya, KPLP kemudian melaporkan hilangnya Eddy Tansil kepada Kepala LP ," katanya.
Kepala LP Cipinang sendiri, menurut Oetojo Oesman, baru melaporkan hilangnya Eddy Tansil kepada Dirjen Pemasyarakatan dan Kakanwil Departemen Kehakiman DKI Jakarta, hari Selasa (7/5/1996).
"Saya baru diberitahukan sekitar pukul 10.00 WIB saat berlangsungnya rapat koordinasi politik dan keamanan (Rakorpolkam)," tutur Oetojo Oesman menjelaskan.
Baca juga: Koruptor Kakap Eddy Tansil Terlacak di China
Sementara itu saat ditelusuri ke kediaman pribadinya, Eddy Tansil pun tak dijumpai di sana.
Adapun kasus korupsi Eddy Tansil terungkap saat rapat dengar pendapat antara Komisi VII DPR dengan Gubernur Bank Indonesia J Sudrajad Djiwandono tahun 1993. Saat itu, anggota Komisi VII dari Fraksi Karya Pembangunan AA Baramuli menjadi tokoh penting.
Mantan Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA) itu mengungkap secara gamblang petunjuk kemungkinan adanya penyelewengan uang dalam jumlah besar dalam kasus kredit yang dikucurkan Bapindo kepada bos GKG Eddy Tansil tanpa adanya jaminan yang jelas.
Belakangan ada dua nama pejabat penting yang diketahui memberikan referensi layak kredit untuk Eddy Tansil yang ditujukan kepada jajaran pimpinan tertinggi di bank milik pemerintah itu.
Keduanya adalah mantan Menteri Keuangan JB Sumarlin dan Ketua DPA Laksamana (Purn) Sudomo.
Namun, tidak ada bukti keterkaitan mengenai aksi Eddy Tansil dengan dua orang itu. Di dalam pengadilan terungkap adanya pembobolan uang negara sebesar 430 juta dollar AS atau sekitar Rp 1,3 triliun.
Atas perbuatannya, Eddy diganjar hukuman penjara 17 tahun, uang pengganti Rp 500 miliar dan denda Rp 30 juta, termasuk penyitaan sejumlah aset miliknya.
Terbaru, berdasarkan informasi yang diperoleh Kejaksaan Agung, Eddy Tansil berada di China. Demikian diungkapkan Jaksa Agung Basrief Arief dalam Konferensi Pers Akhir Tahun 2013, Senin (23/12/2013).
"Terkait masalah Eddy Tansil tadi, saya sudah katakan bahwa itu terlacak. Kalau tidak terlacak, tidak mungkin kita melakukan ekstradisi," kata Basrief.
Dia mengatakan, Eddy Tansil terlacak berada di China dan Kejaksaan sudah melakukan usaha ekstradisi dengan mengirimkan surat kepada Pemerintah China melalui Kementerian Hukum dan HAM.
"Jadi, itu terlacak karena kita mendapatkan informasi berada di China. Oleh karena itu, kita sudah minta ekstradisi kepada Pemerintah China melalui surat Menteri Hukum dan HAM selaku sentral otoriti pada 8 September 2011. Ini tetap kita upayakan," ujarnya.
Namun sejak berita Eddy Tansil terlacak di China pada 2011, jejak koruptor kelas kakap itu tak pernah terlihat kembali.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.