Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PSHK Kritik Pertimbangan MK Saat Putus Uji Formil UU KPK, Ini Catatannya

Kompas.com - 07/05/2021, 15:21 WIB
Tatang Guritno,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) mengkritik pertimbangan dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) saat uji formil Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK).

Pada Selasa (4/5/2021) lalu, MK menolak permohonan seluruhnya pada uji formil yang diajukan para mantan pimpinan KPK yakni Agus Rahardjo, Laode M Syarif, dan Saut Situmorang.

Peneliti PSHK Agil Oktaryal menyatakan empat poin ketidaksetujuannya pada putusan tersebut. Pertama, Agil menilai hakim MK keliru dengan menyatakan tidak terjadi penyelundupan hukum.

"Hal itu memperlihatkan hakim tidak dengan rinci melihat fakta yang dibentangkan dalam permohonan," kata Agil dalam keterangan tertulis, Jumat (7/5/2021).

Baca juga: Soal Uji Formil UU KPK, Ahli: Tak Hanya KPK, MK Juga Mati

Kedua, Mahkamah disebut keliru jika menyatakan naskah akademik revisi UU KPK tidak fiktif.

Apalagi jika klaim tersebut didasarkan hanya kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang secara frasa menyebut fiktif itu fiksi atau tidak berwujud.

"Sementara naskah akademik revisi UU KPK ada wujudnya. Pertimbangan ini sangat meruntuhkan wibawa dan mandat konstitusional MK," kata Agil.

Selanjutnya pada poin ketiga, Agil menilai Mahkamah keliru jika menganggap bahwa revisi UU KPK telah melibatkan aspirasi masyarakat karena telah dilakukan seminar di sebagian kecil Universitas di Indonesia pada tahun 2017.

Baca juga: Pukat UGM: Persoalan Tes Wawasan Kebangsaan Muncul karena Tak Jelasnya Norma dalam UU KPK

Agil menjelaskan, hakim gagal menjelaskan bagaimana aspirasi yang disampaikan saat seminar terlaksana.

"Karena wacana revisi UU KPK sudah ada sejak periode kedua Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan secara konsisten selalu mendapatkan perlawanan dari publik," kata dia.

Keempat, Agil memaparkan, Mahkamah dianggap keliru ketika memaknai demonstrasi penolakan revisi UU KPK di berbagai wilayah di Indonesia hanya sebagai bentuk kebebasan menyatakan pendapat.

Dalam pandangan Agil, Mahkamah dinilai abai dalam memaknai penolakan publik sebagai bagian dari partisipasi dalam proses legislasi.

"Seharusnya hakim paham bahwa gelombang penolakan public hingga menimbulkan korban nyawa mahasiswa adalah kulminasi diabaikannya proses partisipasi publik oleh DPR dan pemerintah selama pembahasan revisi KPK berlangsung," ujar dia.

Baca juga: Rangkuman Putusan MK soal UU KPK: 3 Perkara Ditolak, 3 Tak Diterima, 1 Dikabulkan Sebagian

Terakhir, Mahkamah dianggap keliru saat menyatakan bahwa pemohon tidak dapat menghadirkan bukti rekaman video persidangan terkait pembuktian bahwa rapat paripurna DPR tidak kuorum atau dihadiri jumlah minimum anggota saat pengambilan keputusan revisi UU KPK dilakukan.

"Hal ini sangat kontradiktif mengingat di satu sisi hakim mengamini bahwa kehadiran fisik saat paripunra sangat dibutuhkan dan juga menyadari bahwa paripurna tidak kuorum secara fisik. Namun sisi lain hakim justri tidak menggunakan haknya untuk memaksa DPR menghadirkan bukti rekaman video ke persidangan," kata dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com