Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pukat UGM: Persoalan Tes Wawasan Kebangsaan Muncul karena Tak Jelasnya Norma dalam UU KPK

Kompas.com - 06/05/2021, 16:59 WIB
Tatang Guritno,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman menilai, polemik soal penggunaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai tolak ukur pemberhentian atau pemecatan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebabkan oleh tidak jelasnya norma dalam UU KPK.

Zaenur menjelaskan, dalam Pasal 69C Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK hanya dijelaskan tentang status alih fungsi pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Tapi norma dalam pasal tersebut tidak dijelaskan secara rinci terkait mekanisme pengalih fungsian tersebut.

“Masalah ini tidak akan muncul jika UU Nomor 19 Tahun 2019 memuat norma yang jelas bahwa pegawai KPK dialihstatuskan menjadi ASN,” jelasnya dihubungi Kompas.com, Kamis (6/5/2021).

Baca juga: Pukat UGM: Nasib 75 Pegawai KPK di Tangan Firli Bahuri

Dengan ketidakjelasan tersebut, lanjut Zaenur, menyebabkan munculnya celah yang dapat digunakan Ketua KPK Firli Bahuri untuk menyingkirkan pegawai-pegawai yang berseberangan dengan dirinya.

"Kalau sudah dikunci di UU tersebut, maka Firli Bahuri tidak punya kesempatan untuk membuang pegawai-pegawai internal KPK yang selama ini berseberangan dengan banyak pihak termasuk dirinya," katanya.

Zaenur juga menerangkan semestinya hasil asesemen TWK tidak bisa digunakan sebagai penentu pegawai KPK layak diberhentikan atau tidak.

Sebab dalam UU Nomor 19 Tahun 2019 dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 yang disebutkan hanyalah terkait dengan pengalihan status kepegawaian KPK menjadi ASN.

Baca juga: 75 Pegawai KPK Terancam Dipecat, Johan Budi: Alih Status ASN Harusnya Tak Berdampak

Tidak disebutkan pada dua aturan tersebut adanya seleksi tertentu untuk lolos menjadi ASN.

“Kalau seleksi beda lagi dengan alih fungsi. Kalau seleksi itu terkait lolos dan tidak lolos. Kalau alih fungsi dari status pegawai KPK dialihfungsikan jadi ASN. Ini hanya pengalihan fungsi bukan tes ulang,” tuturnya.

Maka Zaenur menyebutkan bahwa proses seleksi berbeda dengan alih fungsi. Ia memaparkan seleksi digunakan untuk menentukan seseorang lolos atau tidak menjadi seorang pegawai.

“Kalau alih fungsi dari status pegawai KPK dialihfungsikan jadi ASN, ini hanya pengalihan fungsi bukan tes ulang,” imbuh dia.

Sebagai informasi KPK telah mengumumkan 75 pegawainya yang dinyatakan tidak lolos dalam TWK.

Baca juga: Diikuti 1.351 Pegawainya, Ini Rangkaian Tes Wawasan Kebangsaan Pegawai KPK...

Meski demikian Ketua KPK Firli Bahuri menegaskan bahwa sampai saat ini tidak ada pemecatan pada para pegawai tersebut.

Terkait dengan pengumuman nama-nama pegawai yang tidak lolos, Firli mengatakan akan menunggu surat keputusan dari Sekjen KPK.

Sementara itu TWK yang dijalani oleh 1.351 KPK itu sempat menimbulkan polemik di masyarakat.

Banyak pihak menilai TWK digunakan sebagai salah satu upaya pelemahan KPK. Selain itu terkait soal yang muncul dalam TWK juga dianggap janggal karena menyinggung tentang agama dan pandangan politik pribadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Nasional
MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

Nasional
Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Nasional
Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Nasional
MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

Nasional
Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com