Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tes Wawasan Kebangsaan di KPK, Amnesty Nilai Ada Potensi Langgar HAM

Kompas.com - 05/05/2021, 16:22 WIB
Tatang Guritno,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyebut Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang dijalani pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berpotensi melanggar hak asasi manusi (HAM).

Potensi itu muncul jika soal TWK itu dilakukan untuk menyortir pegawai berdasarkan pandangan agama dan paham politik individu.

Menurut Usman hal itu termasuk tindakan diskriminasi pekerja, karena semestinya sebuah tes yang dijalani pegawai KPK itu lebih berfokus untuk melihat kompetensi dan kinerjanya.

Baca juga: TWK Dinilai Mirip Screening PNS Era Orba, Amnesty: Kenapa Hanya KPK?

"Mendiskriminasi pekerja karena pemikiran dan keyakinan agama, atau politik pribadinya jelas merupakan pelanggaran atas kebebasan berpikir, berhati nurani, beragama dan berkeyakinan," kata Usman dihubungi Kompas.com, Rabu (5/5/2021).

"Ini jelas melanggar hak sipil dan merupakan stigma kelompok yang sewenang-wenang," kata dia.

Usman mengatakan, semestinya sebuah tes kepegawaian tidak digunakan untuk menyatakan seseorang lulus atau tidak berdasarkan kemurnia ideologisnya.

Jika hal ini dilakukan, Usman melanjutkan, pemerintah sama dengan mundur ke era Orde Baru.

Ketika itu, seseorang harus melalui penelitian khusus atau litsus untuk mengetahui apakah seseorang bebas dari keterkaitan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk menjadi ASN.

Baca juga: Qunut hingga LGBT Jadi Materi Soal TWK di KPK, Ini Pengakuan Peserta Tes

Selain itu, Isi soal TWK yang mengandung pertanyaan tentang agama dan paham politik pribadi menurut Usman adalah upaya screening ideologi dan merupakan kemunduran penghormatan HAM.

"Screening ideologis yang diduga dilakukan melalui Tes Wawasan Kebangsaan seperti ini sungguh merupakan langkah mundur dalam penghormatan HAM di negara ini, dan sekaligus mengingatkan kita kembali pada represi Ode Baru, saat ada litsus untuk mengucilkan orang-orang yang dianggap terkait dengan Partai Komunis Indonesia," ujar dia.

Sebagai informasi, sebanyak 1.349 pegawai KPK mengikuti TWK sebagai syarat untuk alih fungsi status kepegawaian menjadi ASN.

Baca juga: Tjahjo Kumolo Tegaskan Kemenpan RB dan BKN Tak Terlibat Bikin Soal TWK Pegawai KPK

Hal itu diatur melalui Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara.

Namun dalam perjalanannya informasi beredar bahwa puluhan pegawai KPK termasuk penyidik senior KPK Novel Baswedan dinyatakan tidak lolos dalam tes ini.

Selain itu berdasarkan pengakuan sejumlah pegawai KPK yang tak ingin identitasnya disebutkan, sejumlah soal pada materi TWK itu tampak janggal.

Beberapa materi soal menyinggung tentang pandangan agama dan politik pribadi seseorang.

Peserta tes diminta untuk memilih sikap mereka terhadap pernyataan yang ada pada soal tes itu, pilihannya adalah sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju, dan sangat tidak setuju.

Adapun pernyataan dalam materi soal itu beragam mulai dari pandangan agama hingga terkait kebijakan negara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

Nasional
Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

Nasional
Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya 'Copy Paste', Harus Bisa Berinovasi

Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya "Copy Paste", Harus Bisa Berinovasi

Nasional
Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Nasional
Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Nasional
5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Nasional
Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin 'Gemoy'

PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin "Gemoy"

Nasional
Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

Nasional
Sinyal 'CLBK' PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Sinyal "CLBK" PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Nasional
Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com