JAKARTA, KOMPAS.com – Ombudsman Republik Indonesia meminta para wakilnya di daerah untuk mendirikan posko pengaduan terkait pemberian tunjangan hari raya (THR) keagamaan.
Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng menuturkan, upaya itu perlu dilakukan untuk menjamin agar para pekerja mendapatkan haknya menjelang hari raya Idul Fitri 1442 Hijriah.
Penyebabnya, menurut Robert, ada tiga kemungkinan yang diakibatkan oleh Surat Edaran (SE) Nomor M/6.HK.04/IV/2021 terkait THR Keagamaan yang dikeluarkan Kementerian Ketenagakerjaan.
Baca juga: Polemik THR PNS yang Dipotong...
"Ombudsman melihat dari SE ini ada tiga kemungkinan, pertama, ada perusahaan yang patuh membayar THR paling lambat h-7 sebelum hari raya. Kedua, Kelompok perusahaan yang akan membayar THR dari h-7 sampai h-1 sebelum hari raya. Ketiga, ada perusahaan-perusahaan yang bahkan setelah lebaran pun belum tentu bisa membayarkan THR," ujar Robert dalam konferensi pers virtual, Rabu (5/5/2021).
Robert melanjutkan, kemungkinan ketiga tersebut yang mesti mendapatkan pengawasan intensif dari Ombudsman dan Dinas Ketenagakerjaan di wilayah Provinsi.
Pengawasan perlu dilakukan agar perusahaan tidak melakukan keputusan secara sepihak.
Sebab, menurut Robert, dalam SE Kemnaker itu disebutkan bahwa harus ada dialog antara perusahaan dan buruh atau pekerja terkait dengan pemberian THR.
"Dialog ini harus terbuka, egaliter, dan tidak ada proses tekan menekan," ucap Robert.
"Saya mendorong dalam situasi tertentu Dinas Tenaga Kerja di provinsi yang menjalankan fungsi pengawasan harus mengetahui dan memantau proses dialog yang berlangsung, sehingga tidak ada upaya-upaya yang tidak diinginkan di belakang itu," ujar dia.
Baca juga: Menaker Ida Sebut 18 Perusahaan di Jateng Diadukan Karyawan soal THR
Robert menilai idealnya perusahaan harus bisa membayar THR tepat waktu tanpa cicilan.
Namun dengan kondisi perekonimian saat pandemi ini, tidak semua perusahaan memiliki tingkat ekonomi yang optimal.
Dengan demikian, mekanisme kerja di Kemnaker saat ini, tutur Robert, adalah membuka ruang pengaduan dan mencari informasi yang masuk. Kemudian setelah tanggal 6 Mei proses pengawasan akan berlangsung.
Meski demikian Robert melihat bahwa proses pengawasan di daerah tidak mudah dilakukan. Ia kemudian meminta wakil Ombdusman di wilayah-wilayah untuk membuka posko pengaduan untuk turut melakukan pengawasan.
"Kita berharap pada para kepala perwakilan dan teman-teman perwakilan Ombudsman di 34 provinsi membuka posko pengaduan dan melakukan observasi intensif, baik pada perusahaan dan juga pada dinas-dinas ketenagakerjaan," ujarnya.
Baca juga: Terbitkan SE, KPK Ingatkan Penyelenggara Negara Tak Minta THR
Robert menegaskan, pengawasan Ombudsman pada dinas-dinas ketenagakerjaan di provinsi agar proses pengawasan pemberian THR pada para pekerja tidak hanya berhenti sampai h-1 jelang Lebaran.
"Namun tetap dilanjutkan setelah itu, karena seperti saya sampaikan ada kemungkinan perusahaan setelah lebaran pun belum juga bisa membayarkan THR," kata dia.
Sebagai informasi SE nomor M/6.HK.04/IV/2021 terkait THR Keagamaan yang dikeluarkan Kemenaker berisi beberapa poin aturan tentang pemberian THR untuk para buruh atau pekerja.
Aturan tersebut antara lain kewajiban pemberian THR secara penuh atau tanpa dicicil.
Selain itu dalam SE tersebut, pemberian THR juga mesti diberikan h-7 sebelum hari raya keagamaan.
Namun demikian perusahaan juga diberi masa tenggang pemberian THR paling lambat dapat diberikan h-1 sebelum hari raya tersebut.
Sedangkan pengusaha atau perusahaan yang tidak bisa memberikan THR diwajibkan untuk memberikan laporan keuangan internal secara transparan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.