Dalam pengajuannya, para pemohon dan kuasa hukum sendiri tidak mengatasnamakan lembaga, melainkan atas nama pribadi sebagai warga negara.
Adapun permohonan uji formil mereka teregistrasi di MK dengan nomor 1927-0/PAN.MK/XI/2019.
KPK kehilangan kredibilitas
Melihat putusan itu, Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra kecewa atas ditolaknya uji formil UU KPK.
Azyumardi menilai, penolakan tersebut dapat berdampak negatif terhadap keberadaan KPK.
"Tentu saya kecewa dengan penolakan tersebut. Penolakan itu membuat KPK terus kehilangan kredibilitas dan akuntabilitas," kata Azyumardi kepada Kompas.com, Selasa (4/5/2021).
Baca juga: Dissenting Opinion Wahiduddin Adams: UU KPK Nyata Ubah Postur hingga Fungsi KPK Secara Fundamental
Selain itu, menurut Azyumardi, ditolaknya uji materi tersebut juga akan menjauhkan pemeritah dari upaya pemberantasan korupsi.
"Pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme serta penciptaan good governance atau pemerintahan yang bersih kian berat dan kian jauh," ucap Azyumardi.
Sebelumnya, sebanyak 51 profesor yang tergabung dalam Koalisi Guru Besar Antikorupsi Indonesia mengirimkan surat terbuka untuk MK pada Jumat lalu.
Surat terbuka itu berisi permohonan agar MK mengabulkan permohonan uji materi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah direvisi.
Nama-nama dalam daftar 51 anggota Koalisi Guru Besar Antikorupsi itu merupakan profesor dari berbagai perguruan tinggi.
Selain Azyumardi Azra, ada Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Emil Salim, Guru Besar FH UI Sulistyowati Irianto, Guru Besar FH UGM Sigit Riyanto, Guru Besar FH UII Ni’matul Huda, dan Guru Besar STF Driyarkara Franz Magnis-Suseno.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.