JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim konstitusi Wahiduddin Adams menilai terjadi perubahan fundamental dalam instansi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan berlakunya Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
Hal itu ia sampaikan dalam pernyataan perbedaan pendapat atau dissenting opinion dalam putusan uji formil UU KPK yang diajukan oleh eks pimpinan KPK Agus Rahardjo, Laode M Syarif, dan Saut Situmorang.
"Beberapa perubahan ketentuan mengenai KPK dalam UU a quo (UU KPK hasil revisi) secara nyata telah mengubah postur, struktur, arsitektur, dan fungsi KPK secara fundamental," kata Wahiduddin dalam sidang yang disiarkan secara daring, Selasa (4/5/2021).
Baca juga: Ini Pertimbangan MK Tolak Uji Formil UU KPK yang Diajukan Eks Pimpinan KPK
Wahiduddin menilai, perubahan itu tampak sengaja dilakukan dalam jangka waktu yang relatif singkat serta dilakukan pada momentum yang spesifik.
Adapun momentum yang ia maksud yakni ketika hasil pemilihan presiden dan pemilu legislatif tahun 2019 telah diketahui masyarakat luas.
Kemudian perubahan itu mendapat persetujuan bersama antara DPR dan presiden untuk disahkan menjadi UU hanya beberapa hari menjelang berakhirnya masa bakti anggota DPR periode 2014-2019.
"Dan beberapa minggu menjelang berakhirnya pemerintahan presiden Joko Widodo periode pertama," ujarnya.
Ia melanjutkan, suatu pembentukan UU yang dilakukan dalam jangka waktu yang relatif sangat singkat dan dilakukan pada momentum spesifik memang tidak secara langsung menyebabkan UU tersebut inkonstiusional dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Baca juga: MK Tolak Permohonan Uji Formil UU KPK yang Diajukan Eks Pimpinan KPK
Namun, waktu pembentukan UU KPK jelas berpengaruh secara signifikan terhadap sangat minimnya partisipasi masyarakat.
Minimnya masukan yang diberikan oleh masyarakat secara tulus dan berjenjang (bottom up) dan dari para supporting system baik dari sisi presiden maupun DPR.
Serta sangat minimnya kajian dampak analisis terhadap pihak khususnya lembaga yang akan melaksanakan ketentuan UU KPK itu sendiri.
"Selain itu tidak sinkronnya naskah akademik (yang cenderung berorientasi pada pembentukan sebuah UU perubahan KPK) dan RUU ( yang memang sejak awal ternyata telah berorentasi membentuk sebuah UU baru tentang KPK) juga menunjukkan bahwa dalam UU a quo telah terjadi disorientasi arah pengaturan mengenai kelembagaan KPK serta upaya pemberantasan tindak pidana korupsi," ungkapnya.
"Akumulasi dari berbagai kondisi tersebut menyebabkan rendahnya dan bahkan mengarah pada nihilnya jaminan inkonsistusional dalam pembentukan UU a quo," ucap dia.
Baca juga: MK Tolak Uji Formil UU KPK, Satu Hakim Konstitusi Memilih Dissenting Opinion
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk menolak permohonan uji formil yang diajukan oleh Agus Rahardjo dan-kawan-kawan.
Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan secara daring, Selasa (4/5/2021).
"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Anwar.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.