Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akibat Marak Kampanye Digital, UU Perkawinan Belum Jamin Turunkan Perkawinan Anak

Kompas.com - 04/05/2021, 14:15 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota DPR Fraksi Partai Golkar Christina Aryani mengatakan, Undang-Undang (UU) Perkawinan Nomor 16 Yahun 2019 belum menjamin menurunnya perkawinan anak.

Hal tersebut, kata dia, terlihat dari ditemukannya kampanye digital tentang perkawinan anak yang marak terjadi.

"Dari sisi legislasi, Indonesia sudah memiliki UU Perkawinan yang menegaskan batas minimal usia perkawinan 19 tahun. Tapi UU ini belum menjamin menurunnya perkawinan anak," kata Christina dikutip dari siaran pers, Selasa (4/5/2021).

"Belum lama ini kita menemukan kampanye digital yang mengampanyekan perkawinan anak. Ini sangat berbahaya," tutur anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR tersebut.

Baca juga: Kementerian PPPA: Agama Sering Dijadikan Alat untuk Perkawinan Anak

Oleh karena itu, pihaknya pun mengajak seluruh lapisan masyarakat melakukan gerakan melawan maraknya kampanye digital perkawinan anak tersebut.

Menurut dia, perkawinan anak sangat berbahaya bagi masa depan anak-anak Indonesia sehingga harus dicegah.

Terlebih, merujuk data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Peradilan Agama, ditemukan fakta bahwa salah satu faktor tingginya pengajuan permohonan dispensasi perkawinan anak adalah akibat terpapar kampanye digital perkawinan anak.

Selain itu juga banyak anak yang terjerumus pada pergaulan yang salah di internet.

"Ini tentu harus menjadi perhatian kita bersama dan saya sendiri menaruh perhatian besar pada isu ini serta mengajak masyarakat untuk bersama-sama melawan ini sehingga perkawinan anak bisa kita cegah,” kata dia.

Baca juga: Pimpinan DPR Minta Pemerintah Cari Solusi Cegah Perkawinan Anak

Menurut Christina, fenomena perkawinan anak di Indonesia tidak bisa dianggap persoalan biasa.

Oleh karena itu dalam penanganannya menuntut partisipasi dari masyarakat sebanyak mungkin.

"Jadi bukan hanya pemerintah tetapi semua pihak di masyarakat perlu diajak terlibat, baik tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, serta figur-figur publik," kata dia.

Baca juga: Mendikbud: Perkawinan Anak Hilangkan Hak Anak Dapatkan Pendidikan Berkualitas

Hal tersebut diperlukan untuk memberikan edukasi yang cukup pada orangtua dan anak-anak itu sendiri tentang bahaya perkawinan anak.

Christina menilai, mencegah perkawinan anak merupakan upaya terbaik untuk menyelamatkan masa depan generasi bangsa.

Adapun berdasarkan data, kata dia, terdapat 1,2 juta perempuan yang melakukan perkawinan anak di Indonesia.

Angka tersebut menempatkan Indonesia pada peringkat 8 dunia terkait angka absolut perkawinan anak.

Sulawesi Barat memiliki prevalensi tertinggi sebesar 19,43 persen dan Jawa Barat dengan angka absolut tertinggi yang diperkirakan mencapai 273.300 perkawinan anak.

Sementara di DKI Jakarta angka perkawinan anak juga masih tercatat tinggi walaupun di bawah 15 persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com