Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Uji Materi UU KPK, Firli Bahuri: Apa Pun Isi Putusan MK, Kami Melaksanakan

Kompas.com - 04/05/2021, 09:27 WIB
Irfan Kamil,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyatakan akan menghormati apapun hasil judicial review atau uji materi atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Rencananya, Mahkamah Konstitusi akan menyampaikan hasil uji materi tersebut pada Selasa (4/5/2021).

"KPK menunggu hasil JR (judicial review) UU KPK di MK yang rencananya diputus hari ini. Jadi tentu KPK harus menunggu putusan MK dan menghormati serta melaksanakan putusan MK," kata Firli kepada Kompas.com, Selasa

"Apapun isi putusan MK terkait gugatan UU Nomor 19 Tahun 2019 pasti kami insan KPK melaksanakan isi putusan," ucap dia.

Sebelumnya, Sebanyak 51 profesor yang tergabung dalam Koalisi Guru Besar Antikorupsi Indonesia mengirimkan surat terbuka kepada Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat (30/4/2021).

Baca juga: Hari Ini, MK Putus 7 Perkara Uji Materi UU KPK

Adapun surat terbuka itu berisi permohonan agar MK mengabulkan permohonan uji materi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah direvisi.

Perwakilan koalisi Koalisi Guru Besar Antikorupsi Indonesia, Emil Salim mengatakan, nasib pemberantasan korupsi di Indonesia sedang berada di ujung tanduk.

Hal itu, menurut Guru Besar Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia ini, dapat dilihat dalam Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2020 lalu.

"Bapak dan Ibu Yang Mulia Hakim Konstitusi. Jika ditarik sejak pembentuk undang-undang merevisi UU KPK, berturut-turut permasalahan datang menghampiri badan antikorupsi yang selama ini kita andalkan," ujar Emil melalui siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat.

Emil menyebut, eksistensi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 justru memperlemah pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK, alih-alih memperkuat.

Situasi ini, menurut dia, sangat bertolak belakang dengan cita-cita pembentukan KPK yang menitikberatkan pada upaya pemberantasan korupsi secara profesional, intensif, dan berkesinambungan.

Ia menyebutkan, substansi UU Nomor 19 Tahun 2019, secara terang benderang telah melumpuhkan lembaga antirasuah itu, baik dari sisi profesionalitas maupun integritasnya.

Baca juga: Perjalanan Panjang Menolak Revisi UU KPK: Unjuk Rasa, Janji Perppu, hingga Uji Materi MK

"Kita dapat membentang masalah krusial dalam UU, mulai dari hilangnya independensi, pembentukan dan fungsi berlebih Dewan Pengawas, kewenangan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), sampai pada alih status kepegawaian KPK ke ASN," ucap Emil.

Emil mengatakan, akibat perubahan politik hukum pemerintah dan DPR itu, terdapat persoalan serius yang berimplikasi langung pada penanganan perkara tindak pidana korupsi.

Dua perkara di antaranya, yakni kegagalan KPK dalam memperoleh barang bukti saat melakukan penggeledahan di Kalimantan Selatan dan penerbitan SP3 untuk perkara mega korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Selain itu, KPK juga dinilai mengalami degradasi etik yang cukup serius.

Pelanggaran kode etik, pencurian barang bukti, dan praktek penerimaan gratifikasi serta suap untuk menghentikan perkara korupsi yang ditangani KPK telah merusak reputasi KPK.

Lebih lanjut, menurut Emil, proses pengesahan revisi UU KPK juga diwarnai dengan permasalahan serius, terutama ihwal proses pembentukan peraturan perundang-undangan.

"Berangkat dari permasalahan yang telah disampaikan, kami menaruh harapan besar pada Mahkamah Konsititusi untuk mengembalikan kondisi pemberantasan korupsi seperti sedia kala," kata Emil.

"Harapan itu hanya akan terealisasi jika Bapak dan Ibu Yang Mulia Hakim Konstitusi mengabulkan permohonan uji materi UU KPK hasil revisi," ucap dia.

Baca juga: Revisi UU KPK Dinilai Timbulkan Krisis Integritas dan Demoralisasi di KPK

Emil Salim berpendapat, jika MK mengabulkan permohonan itu, dia yakin penegakan hukum, khususnya pemberantasan korupsi di Indonesia, akan kembali pada ke khittahnya.

Adapun nama-nama dari 51 anggota Koalisi Guru Besar Antikorupsi ini diikuti 51 profesor dari berbagai perguruan tinggi.

Selain Emil Salim, ada juga Guru Besar FH UI Sulistyowati Irianto, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra, Guru Besar FH UGM Sigit Riyanto, Guru Besar FH UII Ni’matul Huda dan Guru Besar STF Driyarkara Franz Magnis-Suseno serta nama-nama lainnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Nasional
Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Nasional
Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com