JAKARTA, KOMPAS.com - Hari Buruh Internasional (May Day) tahun ini jatuh pada Sabtu, 1 Mei 2021. Seperti tahun-tahun sebelumnya, Hari Buruh selalu menjadi momen untuk para pekerja menyampaikan sejumlah keresahan mereka.
Sebelum pandemi Covid-19, aksi besar-besaran dari berbagai serikat pekerja menjadi pemandangan umum saat peringatan Hari Buruh.
Di tahun ini, aksi dan kegiatan lain dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan pencegahan virus corona.
Baca juga: Ucapkan Selamat Hari Buruh, Jokowi: Buruh Aset Besar Bangsa Kita
Pada Sabtu kemarin, para buruh diwakili Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bertemu pihak Istana Kepresidenan yang diwakili Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko.
Dalam pertemuan itu, KSPSI dan KSPI menyampaikan sejumlah keresahan mengenai hak-hak para pekerja.
"Kami sampaikan kepada Pak Moel juga sama dengan yang kami sampaikan kepada MK yang pertama tentang materi-materi yang kami rasakan dari sudut pandang buruh masih merugikan," kata Presiden KSPI Said Iqbal di Gedung Bina Graha, Jakarta, Sabtu (1/5/2021).
1. Upah minimum hingga outsoucing
Hal pertama yang disampaikan pada Moeldoko berkaitan dengan upah minimum pekerja.
Menurut Said, seharusnya perusahaan besar bisa membayarkan upah yang lebih layak mengingat perusahaan juga banyak pendapat keuntungan.
"Rasanya adil kalau memberikan tingkat upah yang lebih dibandingkan perusahaan yang tidak mampu," kata dia.
Baca juga: Moeldoko: Pemerintah Kawal Implementasi UU Cipta Kerja, Tak Pernah Abaikan Kesejahteraan Buruh
Said menilai, upah yang layak bagi buruh juga akan bisa menaikan daya beli masyarakat. Konsumsi masyarakat tetap menjadi penyumbang besar pertumbuhan ekonomi selain investasi.
"Yang kami minta tentang rasa keadilan dan keseimbangan yaitu hak buruh khususnya di klaster ketenagakerjaan," ujar dia.
Said juga menyoroti masih adanya pegawai yang berstatus outsourcing selama bertahun-tahun. Ia menilai pemerintah masih lalai dalam hal ini.
Selain itu, juga masih adanya pegawai yang sudah bertahun-tahun bekerja di perusahaan tetapi masih berstatus pegawai kontrak.
"Saya rasa perlu dipertimbangkan kembali oleh pemerintah karena orang yang dikontrak berulang-ulang enggak punya harapan menjadi permanent workers," tuturnya.
Baca juga: UU Cipta Kerja Berlaku, Semua Jenis Pekerjaan Terancam Sistem Outsourcing