JAKARTA, KOMPAS.com – Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers) menilai Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) memiliki kecenderungan untuk membatasi pemenuhan hak asasi terkait dengan hak atas informasi dan kebebasan berekspresi.
Direktur Eksekutif LBH Pers Ade Wahyudin secara khususnya menyoroti Pasal 40 ayat (2a) dan (2b) serta Pasal 26 UU ITE.
"Sebenernya ini cenderung bermasalah dan menghambat pemenuhan hak asasi manusia khususnya terkait dengan hak atas informasi, hak kebebasan berekspresi, hak berpendapat,” kata Ade dalam diskusi virtual, Kamis (29/4/2021).
Baca juga: Amenesty: Selama 2021, Ada 18 Korban UU ITE hingga Pertengahan Maret
Ade menjelaskan Pasal 40 Ayat (2a) dan Ayat (2b) UU ITE cenderung membuat pemerintah memiliki kewenangan yang luas untuk membatasi konten-konten di internet.
Menurut Ade, aturan tersebut sangat baik apabila digunakan untuuk membatasi konten yang melanggar hukum.
Namun, ia mengatakan, tidak dapat dipungkiri bahwa ada kemungkinan penyalahgunaan dan multitafsir saat pemerintah memiliki kewenangan yang tidak terbatas.
Bahkan, secara spesifik Ade juga menyoroti ketiadaan mekanisme terhadap proses pemutusan akses terhadap internet dalam Pasal 40 ayat (2b).
"Dalam pasal 40 ayat (2b) ini pemerintah memiliki kewenangan luas dalam melakukan pemutusan karena tidak memiliki mekanisme yang secara rigid bagaimana ketika pemerintah akan melakukan pemutusan, bagaimana hak seseorang mendapatkan kepastian hukum ketika memang websitenya atau akunnya diblokir, itu tidak ada mekanismenya," ucapnya.
Baca juga: ICJR: UU ITE Tidak Melindungi Korban Kekerasan Berbasis Gender
Oleh sebab itu, Ade mendorong adanya kejelasan mekanisme dalam hal pembatasan akses internet.
Sebab, ia menilai masyarakat memiliki hak untuk mendapat infromasi terkait putusnya konten internet yang dimilikinya.
"Kita enggak tahu ini putusnya karena internetnya sedang down atau karena memang diputus oleh pemerintah, itu saat ini kita tidak tahu," ujar dia.
Selain itu, Ade juga menyarankan pemerintah memperbaiki isi Pasal 26 ayat (3) UU ITE tentang penghapusan informasi.
Baca juga: Kemkominfo: Konten Jozeph Paul Zhang Langgar UU ITE
Pasalnya, menurut Ade, pasal tersebut juga berpotensi memiliki banyak tafsir dalam implementasinya.
Ia menilai Pasal 26 Ayat (3) lebih baik dihapus kemudian dipindahkan ke RUU Perlindungan Data Pribadi yang saat ini sedang dibahas oleh DPR RI.
"Kami mengusulkan Pasal 26 ini itu dihapuskan dari Undang-Undang ITE kemudian dipindahkan pembahasannya ke dalam undang-undang tentang rancangan undang-undang perlindungan data pribadi,” ujarnya.
Apabila hal itu tidak memungkinkan untuk dilakukan, Ade menyarankan adanya revisi untuk menambahkan aturan tambahan.
Misalnya, pengecualian terhadap konten berita media massa, yang tidak bisa dihapus oleh pemerintah.
"Pasal ini harus ada harus diperbaiki dengan beberapa norma misalkan ditambahkan ke pengecualian terkait dengan produk-produk yang sebenarnya itu memiliki juga dasar hukum yang kuat," ujar Ade.
"Misalkan produk-produk pers tidak bisa dihapuskan, tapi dalam pasal yang sekarang itu tidak ada pengecualian soal itu," kata dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.